Powered by Blogger.

Kelahiran (1)*

>> Monday, September 22, 2014

Oka Rusmini


Konon Ibu memberiku upacara pemapag rare.
Ketika aku lahir beragam dagingnya
yang menempel di pusarku lepas.

Orang-orang menyiapkan sesaji.
Nasi gunung kecil berwarna-warni.
Cikal-bakal warna pelangi di telapak tanganku.

Orang-orang memberiku kacang-kacangan, saur, garam
dan sepotong ikan segar goreng. Harumnya
menguliti rasa laparku.

Pusarku dibungkus kain putih dan digantung di jempol kaki kecilku.
Rasa perih berdenyut di perutku yang sedikit kembung.
Mungkin ibuku lupa memberiku puting susunya.

Aku melihat seorang pandita menutup mata.
Memanggil Sang Hyang Kumara.
Sebuah singgasana indah disiapkan untuknya.

Juga sepiring nasi kuning. Nasi putih. Dadar telur. Gula merah.
Pisang mas dan geti-geti. Minyak wangi dan ronce bunga.
Bisakah kukalahkan kecantikan bunga-bunga untuk memikatNya?

Pusarku baru pupus.
Ibu meniupkan doa di ubun-ubun.
Menitipkanku pada Kumara.
Saudaraku: segenggam ari-ari yang dimuntahkan dari perut Ibu.
Kulihat ia dimasukkan ke dalam tempurung kelapa.
Periuk tanah berisi duri terung, duri mawar, pinang dan sirih.

Kelapa berselimut kain putih. Saudaraku dikubur
di sebelah kiri pintu, ditindih batu hitam dari kali.
Ayahku menanam pandan berduri di atasnya.

Ibu menabur segenggam nasi putih bercampur garam dan jahe.
Ayah menebar nasi merah bercampur potongan bawang merah,
nasi kuning berlumur kunyit, nasi hitam bercampur garam dan
arang.

Jika malam menggelayut, Ibu datang menaruh lampu di kuburan.
Menabur bunga. Merapal mantra yang diselipkan para pendeta
di telinganya.

Aku telah kehilangan saudaraku.
Setiap menjelang malam, aku menangis
sambil memeluk perutku yang menipis.

2014


*sajak ini telah dimuat di "Kompas" Minggu, 21 September 2014

0 comments:

Post a Comment