Powered by Blogger.

Umbu Landu Paranggi

>> Monday, September 22, 2014

Ketut Suwidja


Umbu,
Daya tangkap tak nampaklah
Membawaku di bawah museleum
Yang besar tak terkira
Batu perkasa penyangga udara?
Seraya mengamati batu batu tembok
Berwarna cadas namun keras
Dilepa sekian waktu berlalu

Read More..

Kepada Ni Reneng

IDK Raka Kusuma


sekendi aksara ini untuk dunia
untukku sekendi bunga

dunia sembahyang berputar menari
menuang-nuang aksara
ke sepasang cawan wangi
aku sembahyang bersila menari
menuang-nuang bunga
ke sepasang pundi wangi

Read More..

Telanjang Bulat Aku Bersila di Pucuk Lalang

IDK Raka Kusuma


telanjang bulat
aku bersila di pucuk lalang
dan langitpun turun
menjelma di ubun
dan tanah
menjelma di darah

ketika pejam
tampak: bayang tua seakan kekal

Read More..

Tiananmen

Warih Wisatsana


Kepada: Pelukis Suklu

Istana larangan
bayangan kota terlarang
Kau duga itu hanya sekilas pandang
dari kisah tak terhapuskan
seorang anak muda berdiri di depan tank
yang tak kunjung retak oleh isak
Kau kira itu serupa torehan cahaya
yang menggenangi dinding

Read More..

Perjalanan Ilalang

Gde Artawan


kusisir jalan ini
melintasi barisan ilalang pagar betis
             doa-doa
merambat turun perjalanan dari pohon dahaga
yan dipancangkan angin hulu
melalui anak-anak kerabat ang dider
             kelaparan di pucuk-pucuk tanah

Read More..

Teh Gingseng

Frans Nadjira


                      Sebelum minum
                      kuceritakan
                      khasiat khusus
                      teh ginseng

Kutanggalkan  tulang  igaku
jadi pinggul menggeliat
di depanku

Read More..

Nyoman Tusthi Eddy

Di kalangan sastrawan, nama Kepala SMU Amplapura ini cukup akrab. Pria kelahiran Pidpid, Karangasem 12 Desember 1945 tersebut dikenal sebagai penyemai kehidupan bersastra di ujung timur Pulau Dewata. Ia sendiri giat menulis puisi dan artikel di sejumlah koran. Selain di media Bali Post, Suara Karya, Kompas, Horison, Basis, Warta Hindu Dhrama, Sarad, dan lain-lain, tulisan-tulisan Tusthi juga banyak dimuat pada jurnal-jurnal budaya yang diterbitkan di Malaysia dan Brunei.
Tak kurang dari 16 buku sastra telah dihasilkannya, antara lain: Nukilan (Nusa Indah; Yayasan Kanisius, 1983), Pengantar Singkat Keragaman dan Periodisasi Pembaruan Puisi Indonesia (Nusa Indah, 1984), Analisis

Read More..

Bulan Di Atas Kanvas

Nyoman Tusthi Eddy


Kita bercakap mencari makna
mengajak hidup ke ufuk warna-warna
Di asin garam, bulan karam di cakrawala
Sang maestro mengempasnya
    menggosoknya dengan kuas sukma

Read More..

Penari Di Kanvas Langit

Nyoman Tusthi Eddy


Lukisan penari itu menjebakku
kutangkap baying-bayangnya
    di kedalaman lubuk warna

Ia Tak pernah menegurku

Read More..

Memandang Lukisan

Nyoman Tusthi Eddy


“Alam Niskala”

Relung-relung ornament
menambal luka langit
sebuah garis tanggal
    di pigura

Read More..

Kelahiran (2)*

Oka Rusmini


Beginilah mereka memisahkan kita.
Setumpuk pisau runcing beragam bentuk, liat dan licin,
Diolesi abu dapur bercampur garam.

Tubuhmu diikat benang tiga ruas.
Hitam putih merah.
Mereka menggulungmu.

Read More..

Kelahiran (1)*

Oka Rusmini


Konon Ibu memberiku upacara pemapag rare.
Ketika aku lahir beragam dagingnya
yang menempel di pusarku lepas.

Orang-orang menyiapkan sesaji.
Nasi gunung kecil berwarna-warni.
Cikal-bakal warna pelangi di telapak tanganku.

Read More..

Terminal Ubung

>> Thursday, September 18, 2014

Ketut Suwidja


Agus
Saudaraku Agus
Agus Vrisaba
Di sini terminal pemberhentian
Terminal awal tancap gas
            dengan kaki kaki kukuh
atau gemetar
Perseneling disentuh

Read More..

Masa Lalu

Putu Oka Sukanta

bukanlah duka, ia juga bukan getir yang keruh
bukan rindu, sesekali ya, rumah jauh yang kian menjauh
bukan hanya album mengusang tapi tulang belakang

Read More..

Surat Bunga dari Ubud

Putu Oka Sukanta

Tak ada perangko buat mengirim
kutempel bunga di pojok amplop

Yang terhormat Dunia
aku tumbuh warna-warni

Read More..

Puncak Bukit Sinunggal

Nyoman Sukaya Sukawati


Engkaukah itu menyamar jadi puncak bukit

Tapi kayu-kayu dan batu-batu itu
Katamu bukanlah dirimu
Namun bagaimana bisa engkau
Memata-mataiku hingga di sini

Read More..

Namaku Dirah

Cok Sawitri


ketika wanita menjadi janda
mulailah sudah prasangka
melucuti kemurnian rahim
rumah-rumah menanam pandan di pintu-pintu
anak-anak menutup lubang pusar
lelaki menggosok-gosok kumisnya


namaku dirah
aku cangkul tubuhku

Read More..

Aku Ingin Melihat Maut dari Dekat

Cok Sawitri
                         
                                        jarum jam terus bergerak
                                        di nadinya aku berdetak, ibu

Aku  ingin melihat maut dari dekat
di bawah pohon dengan daun berjatuhan
ketika seorang anak menari pelan
katanya, aku cari kayu

Read More..

Aku Gali Sejuk Air di Bibirmu*

Cok Sawitri


Perempuan dalam pelukanku
aku kenal iramanya
lengking tinggi nada
daun jatuh ke aliran sungai
dihempas badai gelombang
berkeping oleh karang pun
aku paham asinnya

Read More..

Perjalanan Ilalang

>> Wednesday, September 17, 2014

Gede Artawan


kusisir jalan ini
melintasi barisan ilalang pagar betis
             doa-doa
merambat turun perjalanan dari pohon dahaga
yan dipancangkan angin hulu
melalui anak-anak kerabat ang dider
             kelaparan di pucuk-pucuk tanah

Read More..

Pantai

I Nyoman Manda


Putu…
Kau masih tersenyum
ketika matahari terbenam
Dan cintaku di dadamu
Betapa manis kehidupan ini
Kau kasihku
Di pantai

Read More..

Penyair Bali dan Riuh Debat RTRW*

Oleh: I Nyoman Darma Putra**


DALAM riuh-rendahnya debat publik mengenai esensi dan substansi Ranperda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) beberapa pekan terakhir, penyair Bali kelihatan berpangku tangan alias tidak mengangkat pena.

Ini berbeda halnya dengan 15 tahun lalu, ketika Bali heboh dengan pro-kontra pembangunan BNR dan lapangan golf di Tanah Lot dan megaproyek lainnya di Bali Selatan. Saat itu, semangat resistensi atas megaproyek mengalir deras lewat banyak puisi penyair Bali, baik yang dimuat di media massa lokal maupun nasional.

Read More..

Nyoman Sukaya Sukawati

Lahir 9 Februari 1960. Ia mulai aktif menulis puisi sejak 1980-an di rubrik sastra surat kabar Bali Post Minggu asuhan penyair Umbu Landu Paranggi. Selain menulis puisi ia juga rajin menulis cerpen, artikel, melukis, dan kegiatan kesenian lainnya.

Ia mengenal dunia tulis menulis dengan bergiat di dunia kewartawanan. Kegiatan itu ia mulai sejak remaja dengan rajin menulis laporan mengenai potensi desa. Kemudian ia belajar lebih bersungguh-sungguh dan menjadi wartawan di surat kabar Bali Post, Nusa Tenggara, Karya Bhakti, serta sejumlah media lain. Ia pernah bergiat sebagai reporter televisi RCTI. Ia juga banyak mengerjakan penerbitan berkala di Denpasar, di antaranya majalah pariwisata dan tabloid ekonomi.

Read More..

Berdiam di Luar Cahaya

Dewa Putu Sahadewa


Berdiam di luar cahaya
Bimbang
Merunut sudut sepi
Semai puisi

Kau yang mengerti api
Dengan bara di bola mata
Meremas seluruh abjad

Read More..

Sajak Kawan yang Nun


Ni Ketut Sudiani 


Kawan,
Kini apa lagi yang membedakan hari
kecuali sebuah nama
di kota megah,
kita seperti
    pengembara yang salah arah

Read More..

Jalan Kata Kota Denpasar

Nyoman Sukaya Sukawati


Kepada Umbu Landu Paranggi

Di jalan ini pohon-pohon tak pernah henti berbisik
Di jalan masuk kerajaan kata
Menyampaikan segala duka dari luka
Dengan sepilihan kata keramat suara daun-daun menggerimis

Read More..

Di Depan Sebuah Lukisan

Nyoman Sukaya Sukawati


Sebuah jalan menghilang di ujung
Di antara tembok dan atap suram
Lalu seseorang beringsut di atas kereta kuda
Memintas bulan sabit kuning: Adakah ia pencuri malam
Menyelinap memasuki rumah cinta?

Read More..

Lukisan Wajah

Nyoman Sukaya Sukawati


wajah-wajah itu kau lukis
selalu dengan sepasang mata kelabu
sekelam sumur menimba dasar kalbu

Read More..

Lukisan Muara

Nyoman Sukaya Sukawati


Sebagaimana kau genapkan garis dan warna di kanvasmu
Begitulah kau temukan muara ini
Hadir dari beragam sungai yang kau alirkan
Dengan bahasa ngarai-pegunungan

Read More..

Bocah yang Tercatat di Malam Legian

>> Tuesday, September 16, 2014

Ni Ketut Sudiani


Apa yang dibayangkan
Daun-daun di pinggir tanjung
Ketika tubuhku menolak hujan
Tak ingin jadi kerikil
Atau pena yang mencatat nama seorang bocah
Sepanjang tikungan di Legian

Read More..

Pertemuan Dua Guru

>> Monday, September 15, 2014


Putu Wijaya dan Umbu Landu Paranggi - Foto: Sugi Lanus
Foto/teks oleh: Sugi Lanus


Setiap Putu Wijaya berencana ke Bali, saya langsung di sms atau ditelpon. Putu Wijaya tahu kalau saya salah satu pembaca terseriusnya. Saya baca karena isu dalam karyanya terkait budaya, etos kerja, pemikiran dan konflik orang Bali. Barangkali juga karena Putu Wijaya merasa menemukan 'anak asuh' di Bali. Saya mengikuti hampir seluruh karya tulisnya. Kebetulan juga kami sama-sama satu alumni, SMA Negeri 1 Singaraja, sekolah menengah atas tertua di Bali.

Read More..

Leak

Tjok Raka Pemajun


O... nini durga
Setelah dia beri mimpi kata-kata

kerahkan laskar gelapmu
jadi jejadian dalam larik sajakku

Read More..

Jalan Pulang



Warih Wisatsana


Karena laut
sungai lupa
jalan pulang

Kasihku, cahaya redup sesaat
di sela jariku gemetar
Bergoyang riak ini

Read More..

Kuda Hitam

Umbu Landu Paranggi

kuda hitam yang mempersiang hari,
yang memperasing diri
kumimpi berjalan di punggung gelora
kusila-sila semadi

Read More..

Kartu Pos Sebuah Kota

>> Wednesday, September 10, 2014


Warih Wisatsana


bagi: Jean Moulin

Sebuah kota, bayangkan, penuh payung hitam
               Murung dan muram
Setiap nama jalan kuhapal, tapi selalu sepatuku
       sesat di situ; selalu kapel tua di tikungan
bangku kayu bisu, juga apel membusuk perlahan
               di rumputan di tepi taman

Read More..

Keberangkatan

Warih Wisatsana 


Selalu saja ada yang pergi
Melemparkan seikat kenangan pada tidurku
Jadi seuntas mimpi
Melihatku dalam kesedihan sepenuh waktu

Read More..

Di Taman Kota

>> Tuesday, September 09, 2014

Ketut Syahruwardi Abbas


Seorang bayi menetek sambil pejamkan mata.
Tak dilihatnya seekor kumbang terbang di antara daun.

Seorang lelaki memainkan rambut gadisnya.
Tak dilihatnya kembang mekar di atas rerumputan.

Read More..

Menolak Bara

Ketut Syahruwardi Abbas


Tapi tak beri makna
Hitammu tarikan bulatan bulan
Dan bulat hitam matamu
Tak penuhi gurat urat dadaku
Kutampik peluk lingkar katamu
Malam tak hendaki bara berahi
Bakar hening dingin beberkah

Read More..

Telah Lewat

Made Taro

Banyak yang telah lewat
hanya kulihat
tanpa kutatap

Lewat begitu saja
sekali menoleh
tangannya yang ringan

Read More..

Made Taro: Anak-anak Bengong, Mereka Kehilangan Dunianya

Made Taro adalah sosok guru yang tidak biasa. Selain sebagai penyair, ia sangat mencintai pekerjaan yang selaras dengan hobinya bercerita, menginventarisasi dolanan anak-anak dan menciptakan lagu anak-anak. Peraih penghargaan guru teladan tingkat propinsi Bali ini bukan sekadar menjalankan hobi dalam bercerita atau berbuat sesuatu untuk anak-anak, namun ia mampu menunjukkan prestasi dalam bidang itu. Maka tidak heran jika ia mampu meraih penghargaan Adhikarya dari IKAPI Jakarta sebagai penulis cerita "Bawang dan Kesuna" yang diterbitkan Balai Pustaka. Ia juga menerbitkan buku tentang dolanan anak-anak, sebuah dunia yang kian termarginalisasi di tengah pusaran industri modern. Wawancara Bali Post bersama Made Taro ini juga disiarkan pada acara Profil Global di Radio Global FM, Sabtu (15/3) kemarin. Berikut petikan wawancaranya.

Read More..

Made Taro


Sarjana Arkeologi lulusan Fakultas Sastra Universitas Udayana ini  lahir  di Sengkidu, Karangasem, 1939. Sebagian usianya ia abdikan sebagai pendidik. Mula-mula di Sekolah Rakyat (SR) II Sesetan lalu di  SMAN 2 Denpasar hingga  pensiun pada 2000. Ia pernah mejadi Asisten Purbakala Dinas Purbakala dan Peninggalan Nasional Gianyar dan pernah  mengajar di beberapa Primary School dan High School di Darwin, Australia. Juga pernah  mengajar di Fakultas Sastra Unud dan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dwijendra, Denpasar.

Read More..

Catatan Harian I

>> Friday, September 05, 2014

Dewa Putu Sahadewa


Menabuh buku bambu hidupku
Bukan gempita irama semesta
Hanya ketukan ringan
Yang mengingatkan
Beberapa peristiwa
                   sederhana
Seperti makan pagi
Yang bergegas

Read More..

Sastra Indonesia di Bali Sebelum dan Semasa Umbu Landu Paranggi*

>> Thursday, September 04, 2014

Oleh: I Nyoman Darma Putra**


Dalam eseinya ‘Puisi dari Bali’ di rubrik ‘Bentara’ Kompas, 1 September 2000, Sutardji Calzoum Bachri, menegaskan bahwa Bali telah memberikan kontribusi penting tidak saja pada dunia puisi tetapi juga prosa dan aktivitas sastra Indonesia lainnya. Pengakuan serupa juga bisa dilihat dalam bentuk yang lain yakni undangan buat penyair Bali untuk menghadiri forum sastra nasional dan internasional serta publikasi bersama.

Read More..

Estetika Kekerasan dalam Pandora*

Oleh: Melani Budianta**

Penyair Oka Rusmini memperlakukan tubuh bagai menu santapan. Puisi yang menohok kemunafikan.

Pandora, dalam versi yang umum diketahui, adalah perempuan yang diciptakan para dewa dan dikirim ke bumi dengan kecantikan, kepandaian, dan rasa ingin tahu yang tinggi. Kepadanya diberikan pula sebuah peti yang tak boleh dibuka, dan pada akhirnya?tak bisa tidak?dibukanya. Maka segala bencana, penyakit, dan malapetaka menyebar dari peti. Pakar feminis menemukan asal muasal Pandora dalam mitologi klasik sebagai dewi pemberi hadiah, yang entah bagaimana diubah sosoknya menjadi perempuan pembawa segala kesialan.

Read More..

Pasha

Oka Rusmini


Tak ada lelaki memiliki mata seindah matamu. Aku mabuk, dan selalu hampir mati setiap kausentuh tubuhku dengan nyala yang meluap kaualirkan, setiap kau mencengkeram tubuhku dengan aroma matamu. Kadang kulihat hujan rintik-rintik. Kadang kulihat badai topan mengamuk begitu dahsyat. Kadang kau ingin memakanku mentah-mentah.

Read More..

Sepasang Mata di Jendela

Frans Nadjira

Di kaca jendela basah
Sepasang mata dingin
Menatap ke dalam kamar
Melihatku terbaring di lantai.
Jika aku tak bangun karena tidur kekal

Read More..

Sepotong Roti

Frans Nadjira

Tak ada yang bermimpi
Tak ada yang menggeser pintu
Sepotong roti tanpa bayang-bayang
Seperti air membeku
batu mengeras
Termenung di atas meja
Detak jam di kamar sunyi.

Read More..

Membaca Nama-nama

Frans Nadjira

Berlatar marmer hitam
nama-nama dicat warna emas
Seperti topeng cahaya
bergerak dalam kegelapan.
Tanpa suara
melangkah ringan di tanah perbatasan
Menatap hampa

Read More..

Pelukis Kata Bernama Frans Nadjira

Oleh: Ivan Kavalera 

Sejak pertama kali membaca karyanya di radio, diam-diam saya menjulukinya pelukis kata. Dia memang seorang pelukis sekaligus penyair dan cerpenis. Frans Nadjira namanya. Dilahirkan di Makassar, Sulawesi Selatan, 3 September 1942. Konon di masa kecil, Frans mengambil kartu pos bergambar Rembrant dan Vincent van Gogh dari kotak surat seorang Belanda, ia juga menemukan reproduksi lukisan Wassily Kandinsky di tong sampah. Karya-karya maestro dunia itu, secara tanpa sadar telah membawa Frans mencintai seni lukis dan mendorongnya bersekolah di Akademi Seni Lukis Indonesia (ASLI) Makassar selama setahun. Kemudian ia merantau ke Kalimantan Utara, Filipina sebagai buruh dan pelaut, serta mendalami seni lukis dan sastra. Pada tahun 1974 ia pindah ke Denpasar, Bali sebagai pelukis dan memilih metoda seni lukis otomatis (psikografi) yang ditekuni hingga sekarang sekaligus melakukan berbagai kegiatan pengembangan sastra di Bali.

Read More..

JKP Geliatkan Kembali Jagat Puisi Bali

Natalia Ester Taokan - Foto: Gusade Darmasuta
Jatijagat Kampung Puisi (JKP) Bali yang dimotori oleh para penyair Bali seperti Wayan "Jengki" Sunarta, Muda Wijaya, Mira Astra, dan Dewa Putu Sahadewa, menggairahkan kembali ranah perpuisian di Bali. Upaya ini diawali dengan menyelenggarakan Lomba Baca dan Pesta Puisi yang berlangsung selama dua hari 30-31 Agustus di markas Jatijagat Kampung Puisi (JKP), di jalan Cok Agung Tresna, Renon, Denpasar. Dalam acara Lomba Baca Puisi, lebih dari seratus pelajar dari berbagai sekolah

Read More..

Tidak Ada Purnama di Bandar Jakarta

>> Wednesday, September 03, 2014

Dewa Putu Sahadewa


Ia telah disaput kabut
dari knalpot busuk mobil mobil
      !          Macet...
Dihanyutkan banjir setengah hati
Yang nyinyir dan bau

Read More..

Kepalaku di mana

Dewa Putu Sahadewa


Sedari tadi aku mencarinya
Ia teronggok di meja rapat . Muntah
Lalu meloncat ke pantai merah
Yang menawarkan sepi. Unggas terbang dari balik semak
Turis tertawa di atas ombak

Read More..

Di Ruang Seminar

Dewa Putu Sahadewa

Aku mendengar olok olok
Tentang cara mudah selamatkan kehidupan
Membuang teori usang tentang cinta dan perjuangan panjang
       Cukuplah kita tengok meja makan siang

Read More..