Powered by Blogger.

IAO Suwati Sidemen

>> Saturday, August 19, 2006

BAGI KARNA

saat mengangkat busur itu
apa yang melintas dalam benakmu, pahlawan?


seorang perempuan berdiri
melepaskan anak panah kelahirannya
menikamkan luka di selaput jalamu

tanda kelahiranmu terlalu sempurna
untuk sebuah stempel palsu


seharusnya
sebuah pertarungan diawali di sini

tepat
saat kau beranjak
meninggalkan kemenangan
yang mestinya kau bawa pulang
pada keikhlasan
menyadari kisahmu


DRESTARASTA, KAUKAH ITU

kaukah itu
lelaki buta
yang menyamarkan kedukaan mata
dengan memejam sepanjang perkawinan ini

pernah kau bayangkan
seperti apakah keheningan
sehabis menguburkan
seratus anak kita
yang terkalahkan
dalam separuh umur matahari


masih hangat darah
yang mengental
di sari perempuanku

aku masih mencium wangi doaku
saat kemenangan
masih ditawarkan

tapi bulan terlalu cepat lahir
aku belum lagi puas membaca gemilang khayalku
aku belum lagi puas menghitung suka cita siasatku
aku belum lagi puas menelanjangi kisah lontar

aku belum lagi puas


kaukah itu
lelaki buta
yang menyamarkan
kedukaan mata

dengan memejam sepanjang perkawian ini

kaukah itu




PINANGAN

terpanggang separuh tubuh
menyisakan arang kulit ari
ozon tersedak
oleh duka cita kematian


matahari bumi
terlalu purba
untuk pahami
perkawinan semusim

kita
tak akan punya ruang
untuk sebuah perayaan cinta

sehabis
membenamkan sebongkah nusa batu
laut membayangkan
sebuah pembantaian selanjutnya

untuk menjelmakan planet ini
menjadi air seluruhnya


menenggelamkan kita
separuh sisa umur



MEMBAYANGKAN TUHAN

Saat bersama Ksenja Vasilvya di Drente

kalau
membayangkan tuhan
sebagai
selembar daun


aku cuma menangkap keganjilannya


saat musim gugur
melunturkan warna hijaunya

dan membuat tubuhnya
sedikit lebih cantik!




BUNGA ITU BERNAMA MAHATMA GANDHI

wangi apa
yang sesungguhnya

membius hutan pinus

saat musim gugur
merontokkan musim gugur


sepasang kepompong
masih saja membatu

sebab ke dua larva
di dalamnya
enggan mengenakan rupa
yang terlalu cantik
sayap keemasan
dan tubuh perak basah

kaukah itu
yang menangkup tangan
dalam semburat matahari

asap doamu
tercium
hingga ke rahim putik sari


apa yang kau bayangkan
saat putik sari itu
mengisyaratkan perkawinan

dalam tubuhnnya
telah melahirkan
kanak-kanak belia



HANUMAN DUTA

dalam sebelas kepakan
tibalah aku
pada hutan bunga itu

seperti apakah kerinduan yang dititipkan padaku?

sepasang lelaki dan perempuan
dalam bilik rahimnya
menyesali pesona
makhluk setingkat di bawah manusia
dan emas sepuhan?
yang mengirim matahari keperakan

semakin pucat
dalam hitungan bulan

bila lingkaran
yang disucikan
sebagai perkawinan itu
menelanjangi busana buwana

para dewa menitipkan rasa iba
pada sepuluh jari
yang setia menakup kuwangen

seperti apatah kerinduan yang dititipkan padaku




PHOKARA

aku mengenalnya
sebab kami ada dalam lingkaran
yang sama

lingkaran yang dibuat laksmana
sehabis mengucapkan sumpahnya

dan kami sepakat
untuk tidak mengulangi
kemenangan rawana
memperdaya sinta

biarpun musim berbiak memanggil kami
kami tetap menghuni lingkaran

disitu
kami berbagi kata
iba
akhirnya kasih
mungkin
inilah kesalahan terbesar itu

kami bercinta

sebab dalam lingkaran itu
hanya ada kami berdua

dan malangnya
kami tunduk
pada setiap sentuhan



ANAK ILALANG

sebab ibuku tetap perawan
sehabis aku dilahirkan
aku disebut karna


sebab harga sebuah nilai
aku diserahkan
pada sungai

oleh pundi
napas orokku dibuai


aku dibesarkan
dalam rumah kepompong berbingkai

tumbuhlah aku
dengan segala sayap sepuhan berurai


sebab harga seperangkat kuda perang
separuh picing busurku terbentang

ajalku terpinang

tanda kematianku
bukan remang





ANAK TANAH


sebab
terlahir dari tanah
dan meminjam kebesaran hatinya
untuk tetap menyusu

aku jadi serupa tanah

tumbuh sesederhana rumput liar
bersetubuh dengan tubuh sendiri
berbiak tanpa upacara perkawian


sebab
aku terlahir dari tanah
pekat wangi tubuhku

naluri mengagumi
aku terbiasa bersentuhan
dengan gurat dan urat

bukan pikir dan ukir


kalaumusim pengujan tiba
akarku terendam
batangku membusung

aku mati dengan bau busukku


sebab
terlahir dari tanah
aku tak pernah menyesali kelahiranku



DEVIAN

jalan menuju ruhmu terlalu jauh

aku tak mungkin memelukkmu
tanpa menguliti ubunku sendiri

berhentilah memanggilku
dengan tembang duka cita
sebab liang dengarku mulai membeku

lupakan tentang ayunan rotan
kelambu tipis
dan tangis
yang membuat kita tersenyum bijak
kita tak mungkin memilikinya

suatu masa, saat bola mataku kau iris
dengan pisau puisiku
aku menangis

ada setumpuk perjanjian
yang menumpuk di atas rak bukuku
selembarnya tentang kita

tapi ada seratus lembar yang lain
tentang aku dan mereka
dan rohku menjadi saksi

datanglah kembali
kalau cuaca mulai meninggi
izinkan aku pulang
pada padang
yang masih harus kuukur
dengan tapakku
izinkan aku menyemai peluhku
untuk tanah berpenyengker
sebab tulangku terlalu rapuh
untuk kau panggang
dengan matahari bumimu
DUARAWATI

duarawati yang bijak

ada perang diseberang
tidakkah anyirnya tercium olehmu?

pagi hari
serdadu berpangkat rendah
menabuh irama perang
menghias kereta perang
dengan umbul-umbul warna terang


menjelang petang
kuda-kuda pulang tanpa sais
keretanya koyak
umbul-umbulnya
menggantung separuh tiang

duarawati yang anggun
apa yang membuatmu membatu

gagak terbang makin rendah
matanya liar memicing
membantu ajal meminang ruh

ini perang semusim


dua musim lagi
di sini

anak-anak lahir tanpa kelamin
mewarisi keserakahan zalim



MALIN PEREMPUAN

sebutlah aku malin perempuan

sebab
ketika aku bosan menyusu
pada perempuan yang kupinjami napas
ku kubur namaku
dekat kubur ari-ariku sendiri
dengan upacara sekadarnya

aku datang pada karang
berguru pada segala
yang membuatku yakin
pada belulang tubuhku

kalau aku datang lagi padamu
jangan panggil aku
dengan grnta rahimmu
tak ada rasa dalam liang dengarku

biarkan pada petak lidahmu
selembar tanda baru
lupakan janjimu pada matahari dan leluhur
tentang kanak-kanak
yang akan kau lahirkan

miliki hanya satu keyakinan
aku tak akan pernah mati oleh kutukan

setelah seluruh isi matamu
tak lagi menangisiku
sandarkan mimpimu pada pilarnya
berkacalah pada waktu

kau akan tahu
mengapa aku bersalin rupa

dan kita
tak akan pernah saling mendendam
BULAN MADU

jangan pernah mengajari perempuan
menghitung putaran bumi
dengan begitu, setidaknya aku tak mahir
menghitung hari kepergianmu

itu sebabnya
kalau kau rindu

pulanglah!


kalau kau rindu,
pulanglah

jangan pernah berpikir
aku akan menghitug dosa budimu
sebab rindu tak pernah lagi menghitung poah

sebab lelaki berumahkan bumi

jadi aku tak akan pernah memintamu
menghuni rumah
yang kau bangun sendiri
dari iga belulangmu sendiri


jadi
kalau kau rindu
pulanglah!



DEVENTER

tentang awal musim semi ini, Nis
tidakkah kau sedang memasungku

bukankah matahari musim ini
lebih panjang daripada di katulistiwamu

tentang anggur bening ini, Nis
sisakan seteguk
sebab esok
adalah hari penghabisan

kita nanti duduk
seperti sepasang boneka salju
menungu kematian

lalu tentang kesepakatan untuk pulang
tidaklah sekerat kerinduan
pada pucuk musim ini, Nis?


sebelum segenap pucuk
-seperti juga pucuk di bilik betinaku
menguning




DI WINKLE CENTRUUM, 30 SEPTEMBER MALAM

sekadar mengingatkanmu, Christy
dua blok lagi menuju toko pakaian bekas

apa yang ku bayangkan
tentang angsa liar di bibir kanal

membeku atau terbakar
baginya sama saja

sebuah kematian yang dijemput musim


lupakan perempuan malam di Suchtelenstraat, Christy
mereka cuma robot pucat
dengan lubang koin di punggungnya

mereka menari untuk kanak-kanak
yang merindukan ibunya

bahkan mereka belum pantas
mengenakan sepatu hak dua belas centi



berjalanlah sebagai bidadari yang cantik , Christy
bayangkanlah sebentar lagi
bidadari putih akan letih

turun ke bumi menonton langit
menyaksikan tarian kita

tarian para bidadari hitam yang cantik



TARIAN KUDA ITU

(bagi sang penjodoh gelap)

apa yang tersisa
dari tarian semalam

kuda api itu
membakar lidah penunggangnya
dalam bara keperakan


sebab percintaan
membutuhkan sedikit ke pura-puraan

sengaja tak kupuaskan ruhku malam ini
kuundang asap menyumbat pori betina

memucatkan rupa tubuhmu
menjadikanmu sedikit lebih sempurna

sebab percintaan
membutuhkan sedikit ke pura-puraan

biar kurasa perih pori telapakku

mengantar ringkih matahari
menuju batas edarnya


AH

siapakah ayah
dari anak-anak yang berpolah serakah

ini tanah
nanti tinggal noktah
dalam sejarah

dulu ini sawah
pernah jadi tampah
wadah menadah berkah melimpah

tapi cacing tanah dan lintah
mulai gerah
ketika limbah tumpah dicurah

dulu di atas lembah
langit terbelah
melahirkan matahari merah

sekarang rumah mewah
berderet berakar segagah jerapah

dulu baruna begitu ramah
kail dan sampan boleh singgah
lalu perompak pongah
menuang kuah jelatah
ruh samudera mengalah
pindah ke kawah
yang tak basah


dulu di sini ada perkebunan getah
sayang, ada mesin bersengat lebah
membuat batang patah
buahnya membisulkan nanah
dari lukanya
sesekali menetes darah mentah

UGANDAMU, CHUKU

apa yang kau bayangkan
tentang Uganda, Ida?!

di negeri kami
bintang lahir keperakan
segalanya sedikit pucat
sebab langit kami
hitam. begitu gagah berkuasa

Chuku artinya dewa, Ida

tapi,
bila saja aku benar-benar dewa
tentu telah kupindahkan pulaumu
ke Ugandaku
agar segala alasanmu
tentang dokumen dan ijin tinggal
tak ada lagi

Uganda dan Chuku, Ida
seperti air yang cerdik
mencari peluang
menyusup

lelaki meminang hujan dengan peluhnya
napasnya lebih parau dari lagu gagak
dekat dekat stasiun Drente

dan host family kita tertatih
menutup pintu
angin tak boleh masuk
membawa salju
“tot morgen!”
pintu ditutup

apa yang kau bayangkan, Ida
tentang Uganda dan Chuku

Read More..

IAO Suwati Sidemen

Dilahirkan Denpasar, 11 Oktober 1969
Menempuh pasca sarjana pada International Master Programme Iseland, Deventer, Belanda. Sekarang, Ibu dua putri ini masih sebagai staf edukatif pada Fakultas Teknik Universitas Mataram.

Puisinya dimuat di Bali Post Minggu, Koran Tempo dan Media Indonesia.

Puisi-puisinya terhimpun dalam antologi:


Perempuan Bali di Rantau
Kulkul (Sanggar Minum Kopi, 1992)
Rumah Ilalang (Yayasan Damba Bestari, 2003)
Swara Gumi Langit (Antologi Puisi Penyair NTB,Taman Budaya NTB, 2006)


Antologi Cerpen Empat Pilar (Sastragrha NTB, 2005)

Puisinya memenangi Minum Kopi Award tahun 1992
Tulisannya yang lain pernah mendapatkan penghargaan (Pemenang II) dari konsulat Australia dalam lomba karya tulis kreatif di Bali tahun 1991

Alamat:
Jl. MELATI VII/282 BTN REMBIGA MATARAM 83124
e_mail: suwatisideman@yahoo.com
HP 081 2370 99 89

Read More..

Satu Episode

>> Wednesday, August 02, 2006

Ni Putu Vivi Lestari

Menitipkan malam

Pada bulan yang memancar
seputih hatikukah?)

Lalu bintang nakal mengerdip
Sambil melantunkan kidung-Nya

Angin basah merejam
Memasuki celah-celah jiwa


Kugapai dan teguk
Bait-bait sajak
Mencoba hapuskan dingin


Adakah yang lebih indah
Dari rona langit tersipu
Dijemput sang dewi?

(mungkin terlupakan olehmu)
yang sibuk menghitung hari
menahan detak waktu
kian menepi

Read More..

K.Landras Syaelendra

MATA DADU


...kau pun bisa tertangkap mata-mata
dadu dan menjadi mainan dalam permainan
itu . . .

kau kenal mata perempuan
laut musim panas seperti
lempengan kaca raksasa di atas pasir
dengan buih-buih terbakar sinar kuningan
matahari bagaikan ribuan bintang
bunga malam yang agung?!

Begitulah, seperti mata perempuan
Kedip pesona mata dadu itu menyihir kami
Memasuki arena
Bertarung mempertahankan nasib
Dan kami kalah

Kini tak ada lagi kamu miliki
Puncak bukit emas mahkota
Bahkan kemerdekaan diri
Segalanya harus kau serahkan
Karena janji
Harus dilunasi

Sebuah jendela terbuka
Kami pun terjaga
Dari mimpi celaka ini
Tapi tak bisa menolaknya
Kami mesti terendam
Dalam pusaran panas
Asap api belerang
Sampai fajar terakhir masa
Pembuangan ini

4 Agustus 1996

Read More..

Goes Aryana

GURATAN MUSIM


Dinda, aku telah datang
jangan terlampau engkau gelisahkan
warna hujan ataupun wajah kita yang tengah
meresap ke dalam lumpur
Engkau adalah jembatan nuansaku

Dinda, pasti aku ejakan kekawin sutasoma
meski engkau tak pernah mengharap
meresaplah engkau
musim penghujan tampaknya telah seperti kuasa
diantaranya tanpa lukisan, engkau pelangi

Sudahkah semalam engkau selimutkan mimpi?
tentang keberangkatan kita pulang ke kaki bukit
tentunya sangat indah
dalam serpihan alang-alang beberapa jejak lembut
engkau sematkan, sebagai musim adanya

1993

Read More..

I Wayan Gunasta

ADA YANG JATUH


Kolam kolam jatuh
Dari lubuk
Teriras arus darah
Bawa diri

(Sementara segumpal sabana jiwa menyadap
tuhan pada keremangan diri lewat rekakan sruling purba)
Kolam kolam kian jatuh
Disigap arus dendam
Dasar rimba moyang
Dengan pepohonan hitam

Kolam kolam jatuh
Ada yang menganyam
Jadi jejadian

1982

Read More..

Putu Fajar Arcana

CAFÉ JIMBARAN


Kita duduk melingkar sambil menghirup cuaca
Penuh kunang-kunang
Hanya bir yang berbuih
Seperti laut di bawah kakimu
Atau menari tak henti hingga mabuk
Membawamu ke atas perapian
Untuk menyantap bumbu mentah
Dan setangkai daun kubis
Tak cukup membasuh tangan
Mulutku telanjur berdarah tertusuk duri
Di kepalamu, seekor makhluk bawah laut
Yang tiba-tiba asing diantara pecahan es

“Makhluk itu telah mati,
terperosok ke dalam lubang.”
Sambil berteriak perempuan tua itu berlari
Tapi mati bukanlah kabar memilukan
Bagi sekawan ikan pasir
Yang mengerak di kepalanya
Titik hitam yang menggiring takdir
Hingga tak berdaya
Ketika laut mendidih kilau matamu
Terkubur di pasir kita berpisah
Tak saling melambaikan tangan
Hanya bau bir yang membekas


4 Agustus 1996

Read More..

IBM Dharma Palguna

MIMPI

Hamba belum tidur
ketika mimpi mengetuk
jendela kamar dalam

Sebelum ia berlalu
hamba telah terjaga
terbujur patah tanpa kata

Meneguk kopi pagi
hamba kenang mimpi itu
sampai hamba tiba-tiba tua


12 Maret 1995

Read More..

Oka Rusmini

>> Monday, July 24, 2006

Oka Rusmini lahir di Jakarta, 11 Juli 1967. Kini ia tinggal di Denpasar, Bali. Buku puisi, novel, dan kumpulan cerita pendeknya yang telah terbit adalah Monolog Pohon (1997), Tarian Bumi (2000), Sagra (2001), Kenanga (2003), dan Patiwangi (2003).

Read More..

Kangen

Oka Rusmini


teringat: bpk


Sekerat demi sekerat, lelaki itu melepas kulitku. Mengeluarkan isi kepalaku. Bintang gelap menancap di matanya. Ibunya telah merenggut ratusan api yang kusimpan sejak kanak-kanak. Kumasuki wilayah tanpa peta, aku rindu aroma bapakku, yang rajin menghirup gelapnya pagi, sambil mengumpulkan kayu-kayu kering, kakinya dibiarkan tertancap di keruncingan batu. Lelaki itu selalu diam, sambil mematahkan asap yang melukai tubuhku. Sebelum matahari tinggi, dia menutup matanya, lalu mengeruk dapur, dan kembali menjatuhkan tubuhnya memejamkan mata melupakan keping-keping kemiskinan yang dia tancapkan sendiri di tubuhnya. Aku jijik, selalu ingin memuntahkan dan menuangkan seluruh isi tubuh ke otaknya. Agar dia bisa membuka mata, dan memeras bintik-bintik keringat.

Itulah lelaki itu, yang memuja kebesarannya, sementara anak-anaknya berbuih, mengunyah kebesarannya. Aku jadi rindu Bapak, kemiskinan yang dicangkul di darahku melahirkan aroma bunga yang mampu mengupas rohku. Lelaki itu tetap duduk dengan sebatang rokok, tak bergerak, suaranya memuntahkan seluruh isi tubuhku.
Kumiliki dua tubuh tua. Aku memilih Bapak, yang masih berani menengadahkan wajahnya, membiarkan matahari dan orang-orang menatapnya dengan beragam tusukan. Aku sempat melihat matahari mencakar tubuhnya, atau orang-orang menanamkan kata-kata busuk. Bapakku memasuki seluruh kemiskinannya. Jarang kulihat lelaki itu memejamkan mata, sambil mengupas masa lalunya, lalu mendengkur nikmat, sambil mengeram ilusi.
Aku jadi ingat Bapak. Ingin kuambil pisau komandonya, menguliti lelaki tua yang selalu berkicau di depanku. Kutancapkan di otaknya agar dia miliki rasa malu. Anak-anak apa yang akan menjelma dari tubuhnya?

2005

Read More..

Minggu, 26-12-04

Oka Rusmini


Pukul berapa ini? Langit terlihat lebih jernih. Bau apa yang datang? Begitu dingin, bukan bau bunga jeumpa. Juga tidak suara daun kelapa disentuh sapuan buih laut. Aku mendengar bisikan, gemuruh, begitu menyayat hati. Melukai bibir pantai. Mencangkuli urat nadiku. Para nelayan tetap melaut. Sesekali butiran-butiran angin jahat menampar wajah mereka. Meninggalkan noktah kecil panas di bintik mata. Bau asam? Bau lumut? Bau anyir? Bau garam? Bau daging busuk? Bau apa ini? Tak ada suara. Langit menghitam. Gelap. Kadang gelombang menampar kulit mereka. Kadang sapuan angin menggoyangkan perahu mereka. Mungkin hari ini akan kita jaring ratusan ikan-ikan besar.
Perempuan-perempuan menimang anak. Memasak dengan riang. Anak-anak berlarian di bawah sinar matahari yang sedikit meredup. Tak ada hujan. Tak ada angin. Sebuah minggu yang cantik, dengan torehan langit yang begitu jernih. Para perempuan pekerja makin riang, karena setiap hari selalu dipinjam sang hidup untuk membantu para lelaki menganyam dinding-dinding perkawinan. Minggu yang sepi, sedikit kabut. Dan sebuah jam di atas meja jatuh. Jam berapa ini?
Bumi batuk. Sedikit bongkahan mencangkul dinding-dinding rumah. Keluar! Laut telah menelan taman-taman bunga.
Orang-orang menyemut. Perempuan-perempuan menumpahkan air mata. Anak-anak melepas mata. Tak bernafas. Jantung mereka berhenti. Para lelaki tak bersuara. Tubuhnya dingin. Tak ada keringat.
Puluhan ombak. Berdiri dengan angkuhnya di atas kepala mereka. Menyapu rata rumah, tubuh-tubuh basah. Pohon-pohon memeluk tanah kuat-kuat. Kulihat daun-daun kisut. Batang-batang mengerut.
Orang-orang berteriak. Laut lapar. Dia mengunyah apa saja, kayu-kayu, dinding bambu, beton, dan semen. Juga tubuh-tubuh hidup yang menggigil. Berapa detik? Entah!
Waktu tidak lagi ada di bumi itu. Tak ada suara jeritan, hanya gemuruh yang menyapu seluruh bumi. Tak ada yang disisakan. Kuala Tripa, melayang jadi kertas. Tuhanku, ke mana para penghuni negeri ini pergi?
Ombak lapar kembali pulang ke pesisir. Tidak ada luka di bibirnya yang dingin. Tidak juga salam perpisahan. Tak ada darah. Tak ada jeritan memaki. Siapakah ombak itu? Dia melibas istriku. Dia merangkul anak-anakku. Memeluk erat-erat ibu-ayahku. Melemparkan rumah dan binatang peliharaanku. Siapakah dia? Dari bumi mana dia berasal? Mulutnya besar, tangannya keras dan kaku. Tidak ada hati di tubuhnya yang dingin. Juga tak ada wajah dan mata. Juga telinga, tangan, dan kaki. Makhluk hidupkah dia?


2005

Read More..

11 Juli

Oka Rusmini


Seperti apa rasanya menjadi ibu?

Sering kali ketika kanak-kanak, kuhidupkan beragam daun dan bunga rumput di atas kepala, “Aku ingin jadi ibu, seperti Gandari yang memuntahkan seratus anak.” Kutelan gulali, gundu, dan kuisap rujak pentil buah nangka. Kubayangkan anak-anak meletus dari seluruh lubang pori-poriku, menyelimuti tubuhku, menarik rambut, menyentuh bunga-bunga yang bermekaran di atas kepalaku.

Suatu petang. Langit muram, ibuku tak kutemukan di kamar tidur. Seorang lelaki telah mencurinya. Dia tinggalkan sebuah boneka perempuan yang terus menangis, tangisnya menguliti seluruh isi telingaku. Juga melemahkan kaki kecilku. Aku tak bisa berjalan. Lelaki dari mana yang telah datang mengendus ibuku? Di mana mereka bersembunyi? Boneka perempuanku terus menangis. Berpuluh-puluh jam tidak bisa mengeringkan cuaca buruk di hatiku. Lelaki dari mana yang telah merampas ibuku dari kamar tidurku?

Seperti apa rasanya menjadi ibu?

Langit tak lagi kulihat biru. Semua lelaki kutemukan di jalan tanpa kepala, tanpa hati, tanpa jantung. Aku mulai belajar mengeja huruf, berteman dan bersenggama dengannya. Setiap malam kuhidupkan ia di atas meja. Kami menari, kami berpesta.

Aku suka menjadi penari joged. Tubuhnya yang ranum membuatku ingin jadi Drupadi, memiliki lima lelaki yang kutiduri setiap malam. Mereguk setiap leleh cairan mereka untuk kecantikan, kehidupan, kepuasan, dan doaku pada hidup.

Seperti apa rasanya menjadi ibu?

Orang-orang mengirim bunga. Menangis di sebuah TV, mereka khusuk mengenang ibu mereka. Seperti apa wajah ibuku? Aku mencangkuli otakku. Mengupas hatiku, membelah jantung. Tak kutemukan derak rindu membungkam tubuh dan otakku. Ke mana ibuku?

Seorang lelaki kutemukan di jalan. Wajahnya kusam dan penuh lendir. Aku menata matanya, membetulkan letak hidungnya. Mengunting telinga. Memangkas rambutnya yang tebal. Kubetulkan juga letak alisnya yang menyatu. Kurajah tangannya yang kasar dengan mantra dan bunga. Kutiupkan asap menyan, dan remah batu di ubun-ubunnya.

Seperti apa rasanya menjadi ibu?

Aku menjelma si pencemas penyakitan, dirubung teror yang terus basah. Darahku selalu mendidih. Otakku sering kali kering dan menyusut jadi serpihan luka penuh nanah, rasa takut itu terus memburuku. Aku mulai merasakan kehilangan, aku juga sering lupa mimpiku, tubuhku, bahkan kepingan-kepingan keinginanku yang kukubur sejak seorang ibu meninggalkanku sendiri di dalam gelap, dan membiarkan rumput liar menyuapkan sarinya ke mulutku. Langit memaksaku memejamkan mata. Aku tetap ingin jadi Drupadi menidurkan lima lelaki dalam bekap tubuhku.

2005

Read More..

Euforia

Oka Rusmini


Mungkin kita memang tidak memerlukan pertemuan lagi. Atau kau mulai takut menyentuh api yang terus tumpah dalam bola mataku?
Katamu:
Aku menginginkan kau tumbuh jadi pohon. Daunmu yang lebat akan menyumbat gigil yang terus berderak dalam tubuh. Di luar terlalu dingin. Tak ada manusia yang bisa kuajak bicara. Tak ada matahari mau melepas potong tubuhnya. Jangan pernah pergi. Mari, lemparkan ranting-rantingmu yang rimbun. Mungkin aku bisa kembali hidup.
Di sebuah ruang penuh orang-orang. Kau melindap tak berani menangkap bola mataku. Aku telah menggantung kata-kataku di setiap sudut jalan-jalan kota yang padat. Mungkin bisa memanggilmu berpaling. Di rel-rel kereta tua aku melepas pikiran-pikiranku, mungkin dia akan berbiak, menempel di dinding kereta. Bila kau duduk, kau bisa mengulitinya, membawanya pulang.
Aku juga menyelipkan lagu-lagu cinta, karena tak ada suara yang bisa keluar dari mulutku. Kau telah menyumbatnya.
Katamu:
Aku lelaki yang tidak memiliki kata-kata. Kau makin jauh. Aku melihat ombak besar melumatmu. Aku pernah berlari dengan perahu dan jaring. Mungkin masih bisa kusematkan kau di keping tubuhku. Tapi kau terus mengikuti ombak. Kau mungkin telah hilang. Kenapa kau kembali?
Aku pernah jatuh cinta pada patung air yang kau sembunyikan di detak jantungmu. Kau memanggil kerumunan anak-anak yang sedang bermain. Sambil menggenggam tanganku. Aku tak memiliki garis tangan, lalu kau menyuruh sepasang anak yang sedang berkasih-kasihan untuk mengambil taji.
Katamu:
Mana tanganmu. Aku akan menuliskan namaku di urat tanganmu.
Mungkin tidak lagi pernah kau impikan pertemuan. Ketika aku mulai rajin mengirimimu bunga, daun-daun kering. Sambil mengingat berapa usiamu kini. Kadang-kadang kucuri suaramu. Lalu kuselipkan di seluruh lubang telingaku. Mungkin aku bisa mengenang rasa takutmu.
Katamu:
Aku tak ingin kehilanganmu.
Aku pernah jatuh cinta pada pada patung air itu. Ketika malam, kukirimi bangkai bunga. Kau melempar wangi akar padaku.
Kau tidak pernah berkata-kata lagi. Selalu gelap. Dingin. Mungkin memang tidak pernah kau inginkan pertemuan lagi. Tapi aku masih mendengar suaramu yang parau menyanyikan lagu-lagu cinta penuh ragu. Kelak bila aku bisa mengumpulkan huruf-hurufku yang tanggal akan kukirimi kau sebuah rahasia yang terus membuat denyut di dalam darahku.
Atau kau ingin mengambil namamu di telapak tangan yang pernah kau goreskan?

2005

Read More..

Perahu Daun

>> Saturday, July 22, 2006

Tan Lioe Ie


Di tepi danau kita berdiri
melempar batu kanak-kanak
ke dalamnya.
Seribu purnama bercermin di air
Batu kanak-kanak berlumut sudah.
Kita masih di sini
menyaksikan angin
menjatuhkan sehelai daun
mengapung di permukaan
menjadi perahu
menjemputmu
menembus kabut
Kau pun tak tampak lagi.
Mataku bukan mata dungu ikan
yang tertipu umpan di mata kail
Tapi tak juga sanggup menyibak kabut itu
Kau tetap lenyap dari pandang
Tinggal kecipak air ditepuk angin
Angin yang lagi akan menggugurkan daun
mengapung jadi perahu
menjemput penyeberang berikutnya.

Sajak ini pernah dimuat di Rubrik "Bentara" Kompas - Rabu, 04 Februari 2004

Read More..

Tan Lioe Ie

Tan Lioe Ie lahir di Denpasar, Bali, 1 Juni 1958. Kumpulan puisinya Kita Bersaudara (1991) sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Dr Thomas Hunter Jr menjadi We Are All One. Ia gemar menyanyikan puisi.

Sajak-sajaknya antara lain:

Perahu Daun
Mimpi Buruk
Tak Lagi

Read More..

Kesadaran

I Gde Dharna

Setiap hari berjuta kata tersusun dalam dukana
Berlomba dengan waktu, senja mendaki bukit usia
Oi…kedip mata memangku risau
Renyai hati bergayut gundah
Terendam di mangkuk kesangsian
Kapan jemari yang lentik
Kembali memetik rindu dalam bayangan tunggal

Read More..

Dem Dem Tabanan

EPISODE

Untaian rindu yang kurajud dengan sepi
Kasihku cempaka telah tigakali berputik
Kasih kupacu, kumbang bertanya nama
Dari bunga ke bunga, dari rindu ke rindu
Kasih, apa mimpi bekal cerita pasti
Sementara jejak langkahmu kian kabur
Dahan tempat gelayut, jalan kepancuran
Kekasih, kumbang bertanya tanpa arah dan lelap, tinggal aku
Kemana pasti berpaling

Tabanan 1981

Read More..

I Dianbhanu

MENYEPI

Aku pergi mengungsi
Ketanah sebrang mencari sunyi
Yang di sini tak ada lagi
Semua takut kutemui

Sepi adalah harta karunku
Yang teramat mahal
Tak satu pun yang mampu membayar
Juga jiwaku



Minggu, 22 Februari 1981

Read More..

I Komang Berata

TANAH AJI

Perempuan di hutan mencari kayu bakar
Dengan cuma sepotong patahan ranting
Alur sungai berubah
Tapi perempuan lupa janji
Tarian daun diluruhi kasmaran angin

Lelaki merayumu, perempuan
Ditumbangkannya pohon soka di jiwamu
Ditanaminya palem hias berdaun hitam
Perempuan mengapa tak jadi
Daun melewatkan kasmaran angin
Air mata mengempang
Untai rindu palung cinta
Perempuan mencari kayu bakar
Di hutan menyimpan pura
Perkampungan jauh di lembah


11 Agustus 1996

Read More..

I Gusti Putu Bawa Samar Gantang



AKU SUKA SAKU

Aku suka saku aku suka susu asu
Matematika sembilan

Hutan terbakar
Banjir bandang di mana-mana

Bahasa Indonesiaku sembilan

Bahasa tanah dianak tirikan
Bahasa air sara di mana-mana

Bahasa Inggris sembilan

Bahasa linggis pariwisata
Bahasa teroris di mana-mana

Agama sembilan dipolitikkan

Sejarah budaya diputar balikan
Korupsi makmur budipekerti di mana?

Olah raga kesenian sembilan diabaikan

Komentator sepak bola juara dunia
Silat tinju merebak di mana-mana
Aku suka saku aku suka nyali tikus
Ngomong pembangunan segala bidang
Rongrong kropos tiang kemakmuran Negara

Tabanan, Minggu, 2 Mei 2004

Read More..

Lagu dari Pengasingan

Bahrun Hambali


Kelak ada masanya dimana
Keterusterangan disembunyikan
Saat bibir kita
Terlalu ramah mengucap salam
Rumputan musim penghujan

Ciptakan mata air
Menebar aroma sengketa
Nyanyian perdamaian raib
Saat kita terlalu ramah
Mendulang kelam
Membangun mimpi-mimpi
Lalu akrab mengganti kesendirian
Kelak ada masanya di mana
Keterusterangan disembunyikan
Saat kita niatkan sebermula kenangan


Minggu, 14 Juni 1992

Read More..

Ali Pramono Loloan

MENJELANG MALAM

Masjid di gang kecil
berbanjar rumah-rumah pangggung
mengakar di serambi masyarakatnya
dan tradisi perahu mendekapnya


Saat nyanyian suci
jatuh di persemaian
bocah-bocah bergandengan
di tepi sungai
menemani nyala obor
yang hanya segaris
dan dara-dara beremben di bulan

Remang-remang kutarik
jembatan kayu
jembatan anak melayu
dan rebana menyebutnya
dengan kata
mereka itu pencari syair
dalam sungai yang tenggelam

Read More..

Ahmad Saichu


LAHAN BARU

Tinggal sepetak kerinduan
mesti kugarap lahan baru itu
agar menjadi kebun cinta kita
memagarinya dengan ranting
yang akar-akarnya masih menyimpan seteguk
doa dari langit

Kelak anak cucu kita
terhindar dari kesombongan yang menipu
atas nama kebebasan
Di sinilah nanti
dalam sebuah lingkaran
dalam satu perumpamaan
kita merenung
betapa hidup
bagai paket kecurangan dan kebodohan
yang saling berlaga



4 Juni 1995

Read More..

Gd. Arnawa

DARI BUKIT SERAYA NADI


dari bukit ini kujemput
serumpun perahu segara
angin yang dihembuskan dari daun jati hening
menjadi jinak di tengah diri yang terserah
bersaksi diri bersaksi bunga ilalang
mendekap pelataran pelinggih bertanda salib
menyilang gemilang lengkung
cakrawala di bukit ketela
berhektar hutan meranggas bersama keliaran satwa
yang dibesarkan tawa dan air mata
bergayutan ranting sukma kenangan
atas kebun jeruk
tempat menoreh sajak menuliskan keharuan pantai
yang ngalir deras ke puncak bukit seribu gemintang
ke puncak getaran nadi di tengah
jalan-mu yang bercabang-cabang
jalan kejelataan berpapasan dengan jalan ke langit
memanjat pohon kelapa memetik buah semesta
ulahmu adalah kesemestaan global
gerak-gerik nakal kawanan kerang pantai

setiap kali mengguncang bukit ini
hingga bertaburan bunga-bunga semak
melesat ke depan berlarian bersama
bergentong-gentong butiran hujan
dari kesepian yang menjadikan bukit ini
danau bagi siapa saja

bukit ini
menjadi muara sekaligus hulu
tempat tepi menepikan serumpun perahu segara
dari perjalanan ke gugusan pulau-pulau
yang diwatarkan musim gunung
gaung bergaung sampai ke tulang-tulang dewata raya


16 Juni 1996

Read More..

Mencari Kasta Kebo Iwa

>> Thursday, July 20, 2006


Alit S. Rini


di bagian mana dari kekelaman masa silam itu
kau siapkan kasta seekor kerbau jantan
yang merelakan diri
menjadi penyangga bumi
membiarkan keangkuhan menari
atas taringnya yang terinjak
di sisi mana dari sudut hati
kau simpan lagi muslihat
untuk menipu diri dan ingkar

Read More..

Menjelang Nyepi

>> Wednesday, July 19, 2006

Gde Artawan


Menjelang nyepi
Diri masih saja terperangkap dalam denah natah diri yang tak jelas
Hasrat menjaring semerbak sepi, mencintai kolam yang sudah lama
mengering
Tak bisa berkaca di air melanjutkan semedi air
Apa artinya jepun kelopak empat yang terjatuh jika tak biasa

Read More..

I Wayan Artawa

NYEPI

(Mengenang Isyarat Alam dalam Keheningan)


Aku ingin kembali belajar
Tentang sunyi
Sebelum kentongan memberi isyarat duka
Sebelum langit menguras air mata
Menyampaikan kidung sedih
Pada bumi yang tua
Dijejali kebisingan
Manusia mabuk dibungkus lesetan cahaya
Seperti robot menari
Mengikuti dentang logam baja
Kabel-kabel dan virus-virus komputer
Masuk kejantung manusia
Menari di nurani
Manusia diprogram oleh jaman besi

Aku hanya bisa berenang dalam bahasa sunyi
Saat pohon-pohon runduk
Angin tertidur lelap di gua-gua leluhurku
Sunyiku laut bergelora
Meditasi di tikar daun pandan
Keheningan di detak jantung
Mengukir perjalanan bumi

Dengan sepotong lidi pohon rontal
Gumpalan bunga tanah coklat
Kesucian gerimis doa
Taksu hatiku mencium tanah cipta-Mu




TANAH LELUHUR


Menggurat aksara di daun lontar
kidung mana yang harus dialirkan
mengendapkan bathin dalam semadi
anak-anak semuanya berlari
meninggalkan tanah leluhur

melebur tanah kehidupan serasa kosong
di pohon-pohon gamelan
puncak candi berendam keperihan
leluhur kita

seperangkat canang dan dupa
menggigil di keheningan jagat
tak bertuah untuk menyegarkan kandungan
kesetiaan bagi kehidupan
bagi kita
anak-anak
dan cucu-cucu

Amlapura, 1989

Read More..

Nyoman Wirata, Seekor Singa Mengaum Dari Kanvasmu

>> Tuesday, July 18, 2006

Sinduputra


Nyoman Wirata
seekor singa mengaum dari kanvasmu
seekor singa bersayap bunga-bunga padi

di bawah singgasana pengantinmu
singa sawah itu makan rumput
yang tumbuh dari tubuhmu

jinak,
karena taringnya kau beri warna
warna kuku kaki

menatapku,
garang
aku gentar,
seekor singa yang mengaum liar
jadi setenang penyu api
mendaur aku
badan padas ini
menyeberangi jembatan air tak tertaklukkan

aku telungkup
hangus pirus
mengenakan penutup wajah dari abu batu
selaput pelangi
terbang
tanpa sayap
ke dasar palung berpindah
menembus arus kudus

aku kuyup
lucut

seekor singa mengaum dari bungkamku

Read More..

Ritus Tantri

Sinduputra


telanjang
tubuh Tantri mengambang
di dahi, burung-burung bermusyawarah
saya cuma hambabegitu dia memulaibagi seorang rajayang menderita insomnia dan impotensi
buat sayalelaki pikun initidak hanya kehilangan segenap ingatannamun juga rabun dan rematik
takut, seseorang menikamnya ketika tiduria berburu sepanjang malammemetik daun-daun, mengarungkannyabarangkali ia butuh upacaradikumpulkannya seluruh isi hutanhewan, tumbuhan, air, semua dituangkan ke lautdalam bentuk arang, tepung, mangsi…………..
raja yang paranoid!telah ditaklukkannya musuh-musuh,tapi cemas dan miris membuntutinyaia kalahdari suara dan rasa dari dalam dirinyaia gentar pada bayangannya sendiri
saya hamba. paduka juga hamba, begitu dia bertutur
1001 malam tanpa satu percintaan

Read More..

Hutan Tantri

Sinduputra


binatang apa aku
aku diburu

penghuni hutan ini memburuku

bambu
kayu
unggas
ikan
hewan melata berkaki empat

“jadilah salah satu di antara kami
tak berumah
tak membawa api

atau

salah satu di antara kami

memakanmu
dalam perut
ada laut

jinakkan dirimu!”

anjing ayam babi
kambing kelinci kerbau
kuda macan monyet
naga tikus ular

binatang apa aku
aku berburu

Read More..

Pasar Burung Yogyakarta

Sinduputra


tak ada burung-burung parau dalam sangkar perakapalagi burung-burung bisudengan mahkota di kepala, digantung di terik langit,delapan setengah menit
di pasar burung Yogyakartaburung-burung buta tetap bernyanyiburung-burung lumpuh terus berkicausehening musyawarah di taman tadah asihsebuah istana yang rata dengan tanah
jika seekor burung tersapih, aku akan menangkapnyadan segera mati dalam genggamanaku akan tahu rumah penangkarannyaaku akan tahu tujuh garis silsilah penetasannyaaku akan mencium uap jari pemikatnyatapi, jika burung terlepas bebastak ada yang sanggup memberi jawabandi hutan kota mana menjalin sarang ilalangsayapnya basah oleh darah,di setiap helai bulunya tertulis tanda-tandayang senantiasa berganti warna, saban hendak aku sentuhparuhnya menganga terdengar desis. rejan. sedak. sengak
burung beku ini pun akan terbakar oleh napasku oleh tatapanku
burung-burung parauburung-burung bisuburung-burung butaburung-burung lumpuhburung-burung bekuburung-burung tanpa kepala
dengan tubuh tersepuh bubuk gambir dan asam getah tebuterkubur makam keramat di bawah beringin kembar
sehangat pelaminan tempatku terbujur ke arah tuhan

Read More..

Denpasar Jam 00.00

Sinduputra


aku menanam ilalang di keningmu

kupu-kupu tak mati
dalam hening waktu paruhmu

kupu-kupu hitam
mukanya tertutup bubuk daun cendana
hanya berhenti terbang
membusukkan dagingmu

burung-burung pun tak mati
burung-burung putih bermata satu
paruh-waktunya tinggal membisu
melayang
tanpa mengepakkan sayap bunga-bunga kusta

kupu-kupu hitam

burung-burung putih

membuka hutan

membakar ilalang

di keningmu

di heningmu

di akhir penjarahan ini
tinggal aku
menanam ilalang

Read More..

Tukad Badung

aku namakan jalanmu tukad Badungkupilih dari kata yang paling jahatyang tumbuh lampau dalam diri
karena haus dan aus menghisap lukaaku tak bisa terdampar memahat tubuh
di kali waktu inijariku menyentuh bulan di bawah ufuktanganku menangkap warnadalam cat air dan tinta cina itu
di sepanjang jalanmu tak ada yang mendekatatau aku tak paham prakiraanmulingkaran tahun pada pohon-pohon kerdilpenyu-penyu menetas dari bunga-bunga karangmenuju estuari selatanmenuju benua hitammenuju gurun yang putih
aku memandang kepada matahari yang gelapbagi ibu dalam ingatanseseorang yang akan kehilangan anak-anaknyaseseorang yang akan kehilangan kepekaan persendianseseorang yang akan menabur abu di keruh bening airmencuci tangan yang berdarah
di sepanjang jalanmuaku menanam ilalangakar laki-laki
burung-burung keramat menyuling anggur dari madu

Read More..

Dalam Tubuh Artupudnis

Sinduputra


dalam tubuh artupudnis tuhan tak lagi menemui puisi
orang-orang berburu ke dalam terangdan pada sebuah patung pahlawandi tengah keramaian kotamereka berpesta cahaya lampu yang gelap
mereka kenakan bunga-bunga tanpa warnayang mereka petikdari seluruh taman di sepanjang jalanyang bagai kaca perakmemantulkan bayangan merekake dalam kanal
dan kaukau masuk ke dalam mimpi mereka
hingga cahaya itu memasuki gerhanamereka terlolongmemandangimu yang tegak di antara merekabagai patung pahlawanbagai patung garam
mereka baca sajak-sajak yang tak kau kenalyang belum dicipta para mantan penyair
dan keheningan ini tuhanmewarnai juga mimpi mereka
dalam tubuh artupudnistuhan tak lagi menemui puisisepanjang sejuta tahun keheningan ini

Read More..

Patung Air I Made Suantha

Sinduputra


aku pahat dirimu
di antara padas-padas raksasakayu-kayu burung
ini bukan pasar
bukan hutan
kau berdiridi jalan raya
buddha
singa bersayap
ibu-bapakbinatang pemakan bangkai
lembu hitam
sapi. padi
istri
anak
Tubuh hanya airtubuh hanya airtubuh hanya Air
menunggu banjir besarmelarutkan ke laut

Read More..

Requiem 2003

Sinduputra


aku ingin lahir kembali dan belajar menari di bale banjar
tubuhku dari tanduk serentak meliuk
mana kala alat musik dari tanah ditabuh
lidahku dari daun dan bibirku dari bunga bernyanyi
sampai sawah membelah menerima kelaminku dari hujan

Nyepi kali ini, aku ingin di Bali,
mengitari tanah payau dan hutan bakau
menyelinapi tempat penangkaran penyu api dan kupu-kupu air
masuk keluar desa yang diberi nama ikan,
kota yang dipetakan batas perdu
membubuhkan tanda tanganku di batu lahar
yang belum dipahat belum digoresi warna agar diingat sesaat
seindah bulu burung yang lepas sehelai
melayang-layang di tegalan kosong
taman moratorium rumah krematorium
klinik persalinan panti jompo hotel moneychanger
warung kopi restorant tempat ibadah
meja judi gallery arena sabungan ayam
bilik pelacuran instalasi gawat darurat rumah sakit jiwa
pasar hewan kuburan

seirama gerak anjing dan babi dalam tarianku

diam

gelap

aku hanya ingin pulang

masuki sarkopagus itu kembali
jadi petani

menanam padi di diri

Read More..

Terakota Tanah Bali

Sinduputra


: Devian Branitasandhini

ini babad manusia garam, menatah nama di air :dengarkanlah!cakup tanganku, aku singa bersayap . masuki hutan lambangaku tanam air api tanah kayu dan logam mulialubdaka berburu dan diburu di hutan inirama pun singgah dan membangun kemahsepanjang pencariannya menemukan sitaarjuna bahkan bertapa dan memanah babi hutansebelum menerima senjata rahasia dan kitab sucisuaka gunung pasir ini :tanpa pintu. tanpa atap.aku membungkuk diam. untuk memasuki kesenyapannya. bertanimelompat ke dalam api. seseorang yang mengembara 4 yuga------yang menanggung semua penyakit. bertopengkarena tidak ada yang dapat diajaknya bicara-----berkisah lelaki yang hendak menikahi ibunyaaku menjadi ikan selama tahun tak dikenal. menyusup kabut asap sampai bayanganku ditangkap. dibalut rumput, ditanamdi tanah berpagar. aku tak bisa sembunyi dari padang penangkaran ini. aku diringkus. beringsut, berkelit jejak dan suaraku menghujam sawah seluas telapak tangan. dan oleh gigir aura auratku,seekor kuda menggigil. seekor kuda bermata kunang-kunang.melubangi setiap tanaman sawah dengan sebelas taring sayapnyabau mulut daki lengan peluh paha hingga garis telapak kakinyamempesingkan aku. hanya tubuh berasap. melepassisik tikus berwarna: mengarung tumbuh disetiap tempat upacaratersentuh cahaya dingin sepanjang jalan lahar. suara seekor keramenunjuk ketiga mata air: jangan pejamkan. bayangkan!mata lele itu seolah bulan sabit dari tempat matahari terbitaku butuh seekor anjing, untuk menyeberangi kegaduhan initanganku mengupas batu-batu. meniupkan wangi bungake lubang hitamnya. terjaringlah bidadari-bidadari kayuraksasa-raksasa padas: binal banal kalapaku menyelinap ke lubang cacing perut penyu batuwaktu tersobek.hutan perlahan asam. ttinggallah seorang pendoamengucapkan pengakuan dosamenggoreskan nama sandi dengan asin empedu pada selaput daratuhan! tempat sucimu terbakar doa amarahkuaku legam. lebam. seragam boneka garam

Read More..

Terarosa Tanah Lombok

Sinduputra


di Senggigi Kamis 17.01 WITAorang asing itu Eureka menyeka muka
wajah kulit putih Eropanya serupa topeng kayu Labuapimatanya dari mutiara, kaki-tangannya dari bambu, badannya dari tanah liat
hujan hutan tropis membakarnya. abunya menjelma puyuhburung lapar dari arah asharterbang ke Sekotong mencari ombak setinggi ufukmenyelam ke Gili-gili sedalam lubang hitamsinggah sebentar ke Bali. untuk mengukir tanduk jadi bentuk phallushingga akhirnya tidur lelap kelelahan di Tanjung Ujunglangit
igaunya: but, I’m not come from America?!
lelaki itu menatapku di Mataram pukul 14.24pandangannya mengarah agak ke bawah,bermuka masam kurus berdiri sedekap
lelaki kuda itu: mata melotot lidah terjulur taring mencuatlelaki kuda musim dingindi Lombok. bintang padamtanah hijau muda dengan garis-garis merah ludah serangga
Ini kesepian, ujarnyadalam badanku yang telanjang terdapat jiwamu yang telanjangdihukum seumur hidup melafalkan nama TuhanYang Maha Duka Yang Maha Dukana
Kesepian itu, katanya lagi, kekuasaan tanpa tahtaaku telah memberinya tahta dengan meminang hari tuaaku pilih jalan yang tak pernah ditempuh orang laintanpa perempuan menjaga mercusuarakulah lelaki sejatimeski tanpa seorang perempuan pun pernah membuktikannya

Read More..

Jam 12.10 WITA

Sinduputra


dalam ferry di selat Lombok


aku tepekur bulan tak lagi Oktober

satu pemukiman malam di negeri maritim asam oleh hujan Mataram
uap garam yang menghilir dari sarang merpati di awan pagi
dengan tanganku, aku membentangkan jembatan merang padi
dan hamparan padang lamun
seorang pria berambut hitam
melempar koin terbungkus kain putih dari kulit pada kawanan lumba

pergilah! dari Lembar - Padangbai
jaga anakku yang akan melewati musim bunga
musim bunga api, ke mana kupu-kupu kertas keemasan
teremas hawa panas. terhempas dari tempat tinggal
berarsitektur rumah air, dengan pohon terang di sekelilingnya

boneka api itu tak akan menjadi tua
dikenakannya setiap topeng yang pernah dibuat manusia
namaku ditulisnya dengan pensil lilin

boneka api itu menyala dari tempatnya sembunyi
dikenakannya kelamin, matanya buta, telinganya tuli, lidahnya bisu
dari tangannya yang terbakar manganis, meteor jatuh
tubuh rahasia mengusirnya mengirimnya
menggenangi laut yang kehilangan hijaunya langit yang kehilangan birunya
bayang-bayang bunga daging yang layu di punggung yang terpanggang

bulan sudah tak lagi Oktober
aku terbangun. udara lembab tanah kota-air ini pun lembab
sebutir aku lekatkan di dahi di antara kedua alis di antara kedua mata

lewat pemanenan hujan, air benda tertua dan terkeras
terbentuk dari cahaya dingin yang dihambarkan
terkelupas di wajahku hangus

boneka api itu pun padam. hitam. jadi tanah

Read More..

Rumah Ilalang

Sinduputra


dongeng kini manusia Bali
aku tak lagi menyimpan :potretku kotor dan lusuh
kupu-kupu berkepala ular ular berbadan kupu-kupumembawanya menenun waktu menari sebagai sungai membelah bumi
dengan kuda tuarang kutinggalkan rumah ilalangberkabar pada pohon-pohon di dasar belantaraberkendara cuaca biru pekat suara kepak dinginmenghisap napas bintang merah
berkabar pada burung-burung tentang mimpi layu dan hutan buatandi bawah tanah gerimis terbaringsebuah cakrawala mengalunkan duka semestatanganku menjemput rahasia yang bangkit dari tanahaku menikamkan mata jari aku mengalirkan tangislewat ke dua matamu ke dermaga tua
di pelabuhan hati menunggu keranda dan sepasang cahaya tersamakkapal-kapal menyembunyikan gema dari ruang gelapbulan perunggu gemetar membuang bayang-bayangtergantung tanpa puisi menyalakan malam
hanya matahari kulihat cuma mataharisepasang matahari berdarahhutan mimpi begitu luas seluas foto udara penuh warnadalam kartu pos dari deventer
kata-kata tercinta habis membakarwajahku terpahat sepasang tarian terbungkus sukma semesta
menghentak sayong menggetarkan tali roh sampai tanah
jauh! jauh ke kubur. ke kubur api
yang setia menunggu di pintu ilalang

Read More..

Ibu Kita Men Brayut

Sinduputra


Ibu kita men Brayut ibu sejati
dari payudaramu ibu yatim piatu menyusu
jadilah aku salah satu anakmulahir dari telinga untuk mendengar bumi berbisikdi seantero dirimu aku bergayut seumur hidupdidekap peluk dongengmu aku suami aku ayah
sepanjang arah jiwa ragamu kanak-kanak bermukimpenyapihan melempar untuk berburutemukan jalan kembali susu lembu dan madu perdu
seorang bertemu jodoh, meminta, :beri aku rahimmuagar lahir keturunan mataharipenjaga hutan enau penyelenggara upacara mulut
janda itu, dirah bertanyaseberapa sakitnya melahirkandi mana suka duka mengandung mengasuh banyak anak
perawan itu, amba bertanyamengapa jadi ibu tanpa suami atau jadi istri tanpa anak
Ibu bisu. sediam bissu atau biksu
dan senantiasa dari setiap bagian tubuhmu benih dikandunglewat seluruh jalan hidupmu kanak menyusu
pada sejarah zarrahmusebatang kara ini belajar jadi ibu
sejati ibuIbu kita men Brayut

Read More..

Ibu Denpasar

Sinduputra


: Devian Branitasandhini



Ibu mendoakan aku : jadi Sita
rama-rama membawaku pada Rama

mengapa ibu memintaku memasuki dunia terbalik
dengan mengenakan kain berlukiskan bulan gerhana dan pohon ajaib

pada keningku, ibu tahtakan terajala
agar senantiasa sanggup ditawan
mencari nama tuhan di antara rasa sakit
sakit perempuan melahirkan

sementara lelaki berjaga-jaga tiga malam
di sekitar benih padi yang hendak ditanam
sebelum membiak dalam bah, lenyap secara diam-diam

ibu turunkan dari langit, sebuah kapal,
sebesar suatu negeri, negeri bayang-bayang.
dan aku didandani kelopak palem hingga tidak dikenal

jadi, apa arti tarian ini?
Ibu biarkan api lilin lebah melalap tubuhku
namun tak satu sentuhan pun terbakar
jiwaku hangus sebelum upacara turun tanah

lantas dari ruh dan tubuhku, memasuki ruang dan waktu kosong itu



sejarah tiba
anak-anakmu lahir kembar di pembuangan
bersatu ruh bersatu tubuh di jalan tua



Ibu mendoakan aku: dilahirkan Sita
rama-rama membawaku pada Rama

Read More..

Kemah Malam Burung Malam

Sinduputra


: Devian Branitasandhini dan Ravikan Varapanna


burung-burung malam berkumpulpada sebatang pohon dengan luka sadapburung-burung berbaring tidurtanpa mimpi. tanpa gerak. tanpa suara. tanpa cahayadalam kedamaian tak berwaktumusim gugur merontokkan bulunyamenyusun tulisan tak terbacadi udara pucat. semisal epitafJam 00.00 terminal bagi benda-benda matiinilah malam dengan aroma serbuk besiyang gelapnya dikelilingi burung-burungdan satu diantaranya berbulu hitamseekor merpati bermata merah yang hidup dari ikan dan susumengenakan bintang pagi didahinyamempunyai anak, untuk menyampaikan kabaryang gagu, yang mencatat dengan kagumsebuah pulau dengan gunung berapiburung yang tercengkeram pohonyang menjalani pelapukan, senasib sayap kupu-kupubergembira dalam kesepiankarena tahu rahasia wangi sekuntum bungaterbungkus rumah laba-labasinggah dengan tubuh kehilangan paruhseakan laron cahaya. belalang kembara berlendir amistiada pantas disedihkan. yang hidup maupun yang mati
menjamu kegelapan sepanjang 350 tahun iniapi menjelma dari dalam airmelainkan angin yang membawa benihdari sumber yang hangatnya menjauhair mata yang mudah terbakar
tanganku yang rapuh, bacalah !bacalah batu hitam bola mataku
boneka kayu di ketinggian tanpa dasar

Read More..

Situs Tanah Kera

Sinduputra


aku berkemah di bawah tanahair bah menyingkapkan humus dan gunung pasirhujan, turun dari ubun-ubunsawan berpantun ke kakipahapundakdan dahi
tubuh menjadi gurun
seorang lelaki menyamarkan dirimengabarkan kehamilan
di setiap awal sejarahlelaki-perempuan bertukar kelaminmenggali madu tanahlantas berpisah arah
aku terteguntaifun tertimbunranjang tanah liat ini mengembun
bahkan lebih luas dari sauna burung pemangsadanau ini kehilangan warnahanya air yang membusukmenghamburkan cahayalebih cair dari liur burung liarmata air ini juga menguapkan beleranglebih hitam dari luka bakar tembakauwajahku dilumuribahkan lebih dalamdari luka tapak dara tanganmuluka dalam lambungku

Read More..

Rembiga

Sinduputra


24 jam terkubur di antara hasil panen raya

kuda, tubuhnya kejang sedari subuh
puasa dalam laparku

pucat rubuh



siapa lebih tua
dari seekor kuda

lelaki kurus menuntun
di jalan menanjak

mengeluhkan demam rematik

meludah

siapa lelaki di pulau hitam ini
berkisah sejarah keluarga
panen padi-padi didirinya

perempuan sejati
memanggang garam ditubuhnya
dengan sayap kupu-kupu
melintasi selat
mencapai tempat aku sembunyi

menawanku menawarku

kudaku
tidak dikebiri
kejang di tengah tambang air tanah
dalam kantung berahiku

di punggung kembang sepasang sayap
dan sebuah tanduk dikeningnya

aku dan kudaku
lapar dalam puasaku lapar dalam puisiku

Read More..

Jalan Sunyi

Sinduputra


(bagi Bintang Sidemen)


tanah adalah kekasih, tanpa batas terakhirtanah adalah kekasihsebuah tempat yang basah oleh tumpahan minyak tubuhdi mana kau dan aku bertani dalam dirisampai tumbuhlah pohon kemiskinandan dengan satu pohon tumbuh dalam diridunia hijau lahir melayati hidupmengalir dalam darah sungai yang airnya pahitmemadamkan anyir malamapi yang bergegas, tersembunyi nyeri di tengah nyali
ikan-ikan dari terumbu waktu, berenang dalam akuarium hatisapi-sapi berladang dalam jiwamembajak tanah kasih sayang dalam ibadah terima kasihangin dan bulan merencanakan musimhujan dan matahari menyusun warnadalam diriku-dirimu tumbuh pelangikau dan aku beternak puisimenggembalakan jasmani-rohani dalam pelaminan paling hening
jalan ini sunyi! kengerian menghujam dari ke dua sisinyajalan ini sendiri: bagimu bagiku. sebab kau sebab akuberani memilihnya berani dipilihnyaselat dangkal lantaran surut lauttangan membelalang, menikam piludengan mata keris dan tombak ikan diujungnya
matahari muncul dari timur laut tenggelam ke telapak tanganmengantar kabar yang dicintai manusia: sengatan yang dikenal bunga ilalangbintang pagi bulan sabit : menjadi cahaya
tanah adalah kekasih: sebuah hutan sebuah gurun
di mana kau dan aku takkan kehilangan salib nasib

Read More..

Sinduputra

NEGERI TIADA BURUNG


Negeri Tiada BurungKumpulan puisi ini adalah karya-karya yang lahir selama empat tahun Sindhu berdomisili di Mataram, Lombok (2001-2005). Dipersembahkan bagi: Ida Ayu Devian Branitasandhini, Ida Ayu Ravikan Varapanna, Ida Ayu Oka Suwati Sidemen

Kumpulan ini terdiri dari puisi-puisi:

Jalan Sunyi
Rembiga
Situs Tanah Kera
Kemah Malam Burung Malam
Ibu Denpasar
28 Januari
Ibu Kita Men Brayut
Rumah Ilalang
Jam 12.10 WITA
Terarosa Tanah Lombok
Terakota Tanah Bali
Requiem 2003
Patung Air I Made Suantha

Dalam Tubuh Artupudnis
Tukad Badung
Denpasar Jam 00.00
Pasar Burung Yogyakarta
Hutan Tantri
Ritus Tantri
Nyoman Wirata, Seekor Singa Mengaum dari Kanvasmu
Resital Seekor Burung dalam Kartu Devebter Holland
Ibu Mataram
Segara Anak
Batuan
Senggigi , di Hari Tak Bersejarah
Dongeng Kini Manusia Bali
Imajinasi Ubud
Perempuan di Jam 00.00
Ziarah Dirah
Ubud: Rumah Kupu-kupu
Negeri Tiada Burung
Morning Sickness
Sebuah Rumah Terbakar dan Satu Keluarga Terkubur di Dalamnya

Read More..

Asmi Dewi

REQUIEM

Batas duka

Adalah semaraknya senda
Dari bibir ranum
Pentas kehidupan
Kala layar mengatup
Terbawa angin
Debu sukacita
Kembali lara berlagu
Gali, gali, gali
Kemudian timbuni
Gunduk tanah merah
Jadi sisa

Read More..

Satu Puisi Buat Erlina

Oleh : Adhy Ryadi
(Suatu saat, ketika kurindu dengan puisimu)


Diammu padam erlina, diammu sirna erlina
Pada pojok-pojok kertas kumal, larut penamu tertidur terbelit satu nama
yang tak asing
Engkau menggali satu sumur, dan tenggelam di dalamnya
Kau lepas mukzizatmu, dalam kerumunan lalat lalat
Dan menjilati indahmu dengan lidah lidah yang menjulur
Hingga bisa menoreh satu demi satu pena, kertas
Sampai angin yang puyeng membawamu pingsan
Dan aku meniti kembali ruang yang kosong darimu
Engkaukah itu, wanita yang menanggalkan busana?
Tatkala satu wajah dari darah singaraja, menciummu dalam kangen yang
dalam, masih lama aku harus menaruh kaki
Di samping risau, sedang sebaitpun pulasan tanganmu tiada binary!
Diammu sirna erlina, diammu padam erlina
Engkaukah yang menangis sendiri, dengan tulisan tanpa arti
Pojok-pojok itu, lama menantimu, berpijar-pijar mengajar


1981

Read More..

Legong

Oleh: AA Ngurah Arya


Disini pas ada tangis
Baru saja tinggalkan nyanyi
Sunyi

Kenapa gong tak henti riuh
Sedang hatiku hampir saja rebah
Sebab lelah menari bersimbah peluh
Luluh

Lalu kubiarkan dia menari
Menurut mau dia punya sendiri sanubari milikku
Mencoba girang buat menari dan berlari

Acuh tak acuh di tengah tubuh luka

Ada gong
Seperti suara seperti anjing yang melolong
Di siang hari bolong
Duh hatiku menari legong
Neng-nong
Neng
Nong …..
1981

Read More..