Powered by Blogger.

Euforia

>> Monday, July 24, 2006

Oka Rusmini


Mungkin kita memang tidak memerlukan pertemuan lagi. Atau kau mulai takut menyentuh api yang terus tumpah dalam bola mataku?
Katamu:
Aku menginginkan kau tumbuh jadi pohon. Daunmu yang lebat akan menyumbat gigil yang terus berderak dalam tubuh. Di luar terlalu dingin. Tak ada manusia yang bisa kuajak bicara. Tak ada matahari mau melepas potong tubuhnya. Jangan pernah pergi. Mari, lemparkan ranting-rantingmu yang rimbun. Mungkin aku bisa kembali hidup.
Di sebuah ruang penuh orang-orang. Kau melindap tak berani menangkap bola mataku. Aku telah menggantung kata-kataku di setiap sudut jalan-jalan kota yang padat. Mungkin bisa memanggilmu berpaling. Di rel-rel kereta tua aku melepas pikiran-pikiranku, mungkin dia akan berbiak, menempel di dinding kereta. Bila kau duduk, kau bisa mengulitinya, membawanya pulang.
Aku juga menyelipkan lagu-lagu cinta, karena tak ada suara yang bisa keluar dari mulutku. Kau telah menyumbatnya.
Katamu:
Aku lelaki yang tidak memiliki kata-kata. Kau makin jauh. Aku melihat ombak besar melumatmu. Aku pernah berlari dengan perahu dan jaring. Mungkin masih bisa kusematkan kau di keping tubuhku. Tapi kau terus mengikuti ombak. Kau mungkin telah hilang. Kenapa kau kembali?
Aku pernah jatuh cinta pada patung air yang kau sembunyikan di detak jantungmu. Kau memanggil kerumunan anak-anak yang sedang bermain. Sambil menggenggam tanganku. Aku tak memiliki garis tangan, lalu kau menyuruh sepasang anak yang sedang berkasih-kasihan untuk mengambil taji.
Katamu:
Mana tanganmu. Aku akan menuliskan namaku di urat tanganmu.
Mungkin tidak lagi pernah kau impikan pertemuan. Ketika aku mulai rajin mengirimimu bunga, daun-daun kering. Sambil mengingat berapa usiamu kini. Kadang-kadang kucuri suaramu. Lalu kuselipkan di seluruh lubang telingaku. Mungkin aku bisa mengenang rasa takutmu.
Katamu:
Aku tak ingin kehilanganmu.
Aku pernah jatuh cinta pada pada patung air itu. Ketika malam, kukirimi bangkai bunga. Kau melempar wangi akar padaku.
Kau tidak pernah berkata-kata lagi. Selalu gelap. Dingin. Mungkin memang tidak pernah kau inginkan pertemuan lagi. Tapi aku masih mendengar suaramu yang parau menyanyikan lagu-lagu cinta penuh ragu. Kelak bila aku bisa mengumpulkan huruf-hurufku yang tanggal akan kukirimi kau sebuah rahasia yang terus membuat denyut di dalam darahku.
Atau kau ingin mengambil namamu di telapak tangan yang pernah kau goreskan?

2005

0 comments:

Post a Comment