Powered by Blogger.

Kangen

>> Monday, July 24, 2006

Oka Rusmini


teringat: bpk


Sekerat demi sekerat, lelaki itu melepas kulitku. Mengeluarkan isi kepalaku. Bintang gelap menancap di matanya. Ibunya telah merenggut ratusan api yang kusimpan sejak kanak-kanak. Kumasuki wilayah tanpa peta, aku rindu aroma bapakku, yang rajin menghirup gelapnya pagi, sambil mengumpulkan kayu-kayu kering, kakinya dibiarkan tertancap di keruncingan batu. Lelaki itu selalu diam, sambil mematahkan asap yang melukai tubuhku. Sebelum matahari tinggi, dia menutup matanya, lalu mengeruk dapur, dan kembali menjatuhkan tubuhnya memejamkan mata melupakan keping-keping kemiskinan yang dia tancapkan sendiri di tubuhnya. Aku jijik, selalu ingin memuntahkan dan menuangkan seluruh isi tubuh ke otaknya. Agar dia bisa membuka mata, dan memeras bintik-bintik keringat.

Itulah lelaki itu, yang memuja kebesarannya, sementara anak-anaknya berbuih, mengunyah kebesarannya. Aku jadi rindu Bapak, kemiskinan yang dicangkul di darahku melahirkan aroma bunga yang mampu mengupas rohku. Lelaki itu tetap duduk dengan sebatang rokok, tak bergerak, suaranya memuntahkan seluruh isi tubuhku.
Kumiliki dua tubuh tua. Aku memilih Bapak, yang masih berani menengadahkan wajahnya, membiarkan matahari dan orang-orang menatapnya dengan beragam tusukan. Aku sempat melihat matahari mencakar tubuhnya, atau orang-orang menanamkan kata-kata busuk. Bapakku memasuki seluruh kemiskinannya. Jarang kulihat lelaki itu memejamkan mata, sambil mengupas masa lalunya, lalu mendengkur nikmat, sambil mengeram ilusi.
Aku jadi ingat Bapak. Ingin kuambil pisau komandonya, menguliti lelaki tua yang selalu berkicau di depanku. Kutancapkan di otaknya agar dia miliki rasa malu. Anak-anak apa yang akan menjelma dari tubuhnya?

2005

0 comments:

Post a Comment