Powered by Blogger.

Jam 12.10 WITA

>> Tuesday, July 18, 2006

Sinduputra


dalam ferry di selat Lombok


aku tepekur bulan tak lagi Oktober

satu pemukiman malam di negeri maritim asam oleh hujan Mataram
uap garam yang menghilir dari sarang merpati di awan pagi
dengan tanganku, aku membentangkan jembatan merang padi
dan hamparan padang lamun
seorang pria berambut hitam
melempar koin terbungkus kain putih dari kulit pada kawanan lumba

pergilah! dari Lembar - Padangbai
jaga anakku yang akan melewati musim bunga
musim bunga api, ke mana kupu-kupu kertas keemasan
teremas hawa panas. terhempas dari tempat tinggal
berarsitektur rumah air, dengan pohon terang di sekelilingnya

boneka api itu tak akan menjadi tua
dikenakannya setiap topeng yang pernah dibuat manusia
namaku ditulisnya dengan pensil lilin

boneka api itu menyala dari tempatnya sembunyi
dikenakannya kelamin, matanya buta, telinganya tuli, lidahnya bisu
dari tangannya yang terbakar manganis, meteor jatuh
tubuh rahasia mengusirnya mengirimnya
menggenangi laut yang kehilangan hijaunya langit yang kehilangan birunya
bayang-bayang bunga daging yang layu di punggung yang terpanggang

bulan sudah tak lagi Oktober
aku terbangun. udara lembab tanah kota-air ini pun lembab
sebutir aku lekatkan di dahi di antara kedua alis di antara kedua mata

lewat pemanenan hujan, air benda tertua dan terkeras
terbentuk dari cahaya dingin yang dihambarkan
terkelupas di wajahku hangus

boneka api itu pun padam. hitam. jadi tanah

0 comments:

Post a Comment