Powered by Blogger.

11 Juli

>> Monday, July 24, 2006

Oka Rusmini


Seperti apa rasanya menjadi ibu?

Sering kali ketika kanak-kanak, kuhidupkan beragam daun dan bunga rumput di atas kepala, “Aku ingin jadi ibu, seperti Gandari yang memuntahkan seratus anak.” Kutelan gulali, gundu, dan kuisap rujak pentil buah nangka. Kubayangkan anak-anak meletus dari seluruh lubang pori-poriku, menyelimuti tubuhku, menarik rambut, menyentuh bunga-bunga yang bermekaran di atas kepalaku.

Suatu petang. Langit muram, ibuku tak kutemukan di kamar tidur. Seorang lelaki telah mencurinya. Dia tinggalkan sebuah boneka perempuan yang terus menangis, tangisnya menguliti seluruh isi telingaku. Juga melemahkan kaki kecilku. Aku tak bisa berjalan. Lelaki dari mana yang telah datang mengendus ibuku? Di mana mereka bersembunyi? Boneka perempuanku terus menangis. Berpuluh-puluh jam tidak bisa mengeringkan cuaca buruk di hatiku. Lelaki dari mana yang telah merampas ibuku dari kamar tidurku?

Seperti apa rasanya menjadi ibu?

Langit tak lagi kulihat biru. Semua lelaki kutemukan di jalan tanpa kepala, tanpa hati, tanpa jantung. Aku mulai belajar mengeja huruf, berteman dan bersenggama dengannya. Setiap malam kuhidupkan ia di atas meja. Kami menari, kami berpesta.

Aku suka menjadi penari joged. Tubuhnya yang ranum membuatku ingin jadi Drupadi, memiliki lima lelaki yang kutiduri setiap malam. Mereguk setiap leleh cairan mereka untuk kecantikan, kehidupan, kepuasan, dan doaku pada hidup.

Seperti apa rasanya menjadi ibu?

Orang-orang mengirim bunga. Menangis di sebuah TV, mereka khusuk mengenang ibu mereka. Seperti apa wajah ibuku? Aku mencangkuli otakku. Mengupas hatiku, membelah jantung. Tak kutemukan derak rindu membungkam tubuh dan otakku. Ke mana ibuku?

Seorang lelaki kutemukan di jalan. Wajahnya kusam dan penuh lendir. Aku menata matanya, membetulkan letak hidungnya. Mengunting telinga. Memangkas rambutnya yang tebal. Kubetulkan juga letak alisnya yang menyatu. Kurajah tangannya yang kasar dengan mantra dan bunga. Kutiupkan asap menyan, dan remah batu di ubun-ubunnya.

Seperti apa rasanya menjadi ibu?

Aku menjelma si pencemas penyakitan, dirubung teror yang terus basah. Darahku selalu mendidih. Otakku sering kali kering dan menyusut jadi serpihan luka penuh nanah, rasa takut itu terus memburuku. Aku mulai merasakan kehilangan, aku juga sering lupa mimpiku, tubuhku, bahkan kepingan-kepingan keinginanku yang kukubur sejak seorang ibu meninggalkanku sendiri di dalam gelap, dan membiarkan rumput liar menyuapkan sarinya ke mulutku. Langit memaksaku memejamkan mata. Aku tetap ingin jadi Drupadi menidurkan lima lelaki dalam bekap tubuhku.

2005

0 comments:

Post a Comment