Powered by Blogger.

Prosa Kebun

>> Tuesday, October 14, 2014

Ketut Yuliarsa Sastrawan


Biji
tergelintir di bawah pohon rindang entah di mana,
menunggu hujan, menggemburkan tanah, agar akar baru
bisa menembus dan menggenggam bumi.

Kapan musim kemarau kan berakhir? tak ada pikiran begitu.
Barangkali akan lama tumbuh daun kecil

karena hanya sedikit sinar dapat menembus ranting rindang.
Kehangatan yang menjadikan hidup… terbatas
padahal isi kehidupan lengkap terbungkus dalam biji.
Tunggu… Tak juga ada tunas baru bersemi.
Tanah kering, hujan tak kunjung tiba.

Ada niatku memindahkannya ke tempat lain
yang ada sinar, air dan kesuburan… tapi
jangan-jangan ada orang sengaja menabur biji di sana.
Aku tak mau mncampur diriku dengan kekecewaan
bila keinginan tak terpenuhi dan hidup tak menjadi


                                         Pohon.
hidup sebagai pohon maksudku… gagah perkasa
membentangkan cabang, menari bersama angin
mengamati dunia dari ketinggian, tumbuh terus kelangit.
Ada orang berkata: aku tak mau hidup seperti pohon…
karena tak berarti bagi dunia. Tak terima tantangan.
Padahal sebagai pohon aku sudah menjadi… memberi…
perlindungan pada burung, pada ulat dan semut
sah… terbenam pada bumi dan puncakku langit.
Sementara orang terus berjalan mencari,
tak pernah menemui… apalagi memberi.

Pohon lebih baik dari kita, karena tak berkata,
Tak membenci, tak menyakiti… Biji lebih baik lagi,
sebab tak mengada, tak tumbuh tak menjadi… kecuali
               bila ada air, ada udara, sinar dan kesuburan.
                             Tapi, semuanya kan menjadi
                                                                                Lapuk.


0 comments:

Post a Comment