Selamat Jalan I Gusti Nyoman Lempad
>> Saturday, August 08, 2009
Frans Nadjira
Untuk kali terakhir
kata menjengukmu
karena kata cuma milikku:
“Selamat jalan, batu paras
yang ditatah dengan kapak”
Di suatu desa ada sumber air panas
menjangan-menjangan berkumpul di sana.
Termangu. Mengapa angin pagi ini terasa
liar. Ini bukan tarian biasa. Ia membelit
ia melilit. Seperti berobah perangainya.
Langitpun jatuh. Melekat
seperti kaki-kaki gurita. Dukaku
memeluk lengan menjangan-menjangan
yang bernyanyi perlahan:
“Kubuatkan ayunan lengkung cahaya
di kaki langit. Kami yang nampak
karena lahir. Matahari silam, topeng-topeng
buatkan kami nyanyian untuk berangkat”.
Karena kata cuma milikku
Kujenguk kau dengan kata:
“Selamat jalan, batu paras
yang ditatah dengan kapak”
0 comments:
Post a Comment