Powered by Blogger.

IAO Suwati Sidemen

>> Saturday, August 19, 2006

BAGI KARNA

saat mengangkat busur itu
apa yang melintas dalam benakmu, pahlawan?


seorang perempuan berdiri
melepaskan anak panah kelahirannya
menikamkan luka di selaput jalamu

tanda kelahiranmu terlalu sempurna
untuk sebuah stempel palsu


seharusnya
sebuah pertarungan diawali di sini

tepat
saat kau beranjak
meninggalkan kemenangan
yang mestinya kau bawa pulang
pada keikhlasan
menyadari kisahmu


DRESTARASTA, KAUKAH ITU

kaukah itu
lelaki buta
yang menyamarkan kedukaan mata
dengan memejam sepanjang perkawinan ini

pernah kau bayangkan
seperti apakah keheningan
sehabis menguburkan
seratus anak kita
yang terkalahkan
dalam separuh umur matahari


masih hangat darah
yang mengental
di sari perempuanku

aku masih mencium wangi doaku
saat kemenangan
masih ditawarkan

tapi bulan terlalu cepat lahir
aku belum lagi puas membaca gemilang khayalku
aku belum lagi puas menghitung suka cita siasatku
aku belum lagi puas menelanjangi kisah lontar

aku belum lagi puas


kaukah itu
lelaki buta
yang menyamarkan
kedukaan mata

dengan memejam sepanjang perkawian ini

kaukah itu




PINANGAN

terpanggang separuh tubuh
menyisakan arang kulit ari
ozon tersedak
oleh duka cita kematian


matahari bumi
terlalu purba
untuk pahami
perkawinan semusim

kita
tak akan punya ruang
untuk sebuah perayaan cinta

sehabis
membenamkan sebongkah nusa batu
laut membayangkan
sebuah pembantaian selanjutnya

untuk menjelmakan planet ini
menjadi air seluruhnya


menenggelamkan kita
separuh sisa umur



MEMBAYANGKAN TUHAN

Saat bersama Ksenja Vasilvya di Drente

kalau
membayangkan tuhan
sebagai
selembar daun


aku cuma menangkap keganjilannya


saat musim gugur
melunturkan warna hijaunya

dan membuat tubuhnya
sedikit lebih cantik!




BUNGA ITU BERNAMA MAHATMA GANDHI

wangi apa
yang sesungguhnya

membius hutan pinus

saat musim gugur
merontokkan musim gugur


sepasang kepompong
masih saja membatu

sebab ke dua larva
di dalamnya
enggan mengenakan rupa
yang terlalu cantik
sayap keemasan
dan tubuh perak basah

kaukah itu
yang menangkup tangan
dalam semburat matahari

asap doamu
tercium
hingga ke rahim putik sari


apa yang kau bayangkan
saat putik sari itu
mengisyaratkan perkawinan

dalam tubuhnnya
telah melahirkan
kanak-kanak belia



HANUMAN DUTA

dalam sebelas kepakan
tibalah aku
pada hutan bunga itu

seperti apakah kerinduan yang dititipkan padaku?

sepasang lelaki dan perempuan
dalam bilik rahimnya
menyesali pesona
makhluk setingkat di bawah manusia
dan emas sepuhan?
yang mengirim matahari keperakan

semakin pucat
dalam hitungan bulan

bila lingkaran
yang disucikan
sebagai perkawinan itu
menelanjangi busana buwana

para dewa menitipkan rasa iba
pada sepuluh jari
yang setia menakup kuwangen

seperti apatah kerinduan yang dititipkan padaku




PHOKARA

aku mengenalnya
sebab kami ada dalam lingkaran
yang sama

lingkaran yang dibuat laksmana
sehabis mengucapkan sumpahnya

dan kami sepakat
untuk tidak mengulangi
kemenangan rawana
memperdaya sinta

biarpun musim berbiak memanggil kami
kami tetap menghuni lingkaran

disitu
kami berbagi kata
iba
akhirnya kasih
mungkin
inilah kesalahan terbesar itu

kami bercinta

sebab dalam lingkaran itu
hanya ada kami berdua

dan malangnya
kami tunduk
pada setiap sentuhan



ANAK ILALANG

sebab ibuku tetap perawan
sehabis aku dilahirkan
aku disebut karna


sebab harga sebuah nilai
aku diserahkan
pada sungai

oleh pundi
napas orokku dibuai


aku dibesarkan
dalam rumah kepompong berbingkai

tumbuhlah aku
dengan segala sayap sepuhan berurai


sebab harga seperangkat kuda perang
separuh picing busurku terbentang

ajalku terpinang

tanda kematianku
bukan remang





ANAK TANAH


sebab
terlahir dari tanah
dan meminjam kebesaran hatinya
untuk tetap menyusu

aku jadi serupa tanah

tumbuh sesederhana rumput liar
bersetubuh dengan tubuh sendiri
berbiak tanpa upacara perkawian


sebab
aku terlahir dari tanah
pekat wangi tubuhku

naluri mengagumi
aku terbiasa bersentuhan
dengan gurat dan urat

bukan pikir dan ukir


kalaumusim pengujan tiba
akarku terendam
batangku membusung

aku mati dengan bau busukku


sebab
terlahir dari tanah
aku tak pernah menyesali kelahiranku



DEVIAN

jalan menuju ruhmu terlalu jauh

aku tak mungkin memelukkmu
tanpa menguliti ubunku sendiri

berhentilah memanggilku
dengan tembang duka cita
sebab liang dengarku mulai membeku

lupakan tentang ayunan rotan
kelambu tipis
dan tangis
yang membuat kita tersenyum bijak
kita tak mungkin memilikinya

suatu masa, saat bola mataku kau iris
dengan pisau puisiku
aku menangis

ada setumpuk perjanjian
yang menumpuk di atas rak bukuku
selembarnya tentang kita

tapi ada seratus lembar yang lain
tentang aku dan mereka
dan rohku menjadi saksi

datanglah kembali
kalau cuaca mulai meninggi
izinkan aku pulang
pada padang
yang masih harus kuukur
dengan tapakku
izinkan aku menyemai peluhku
untuk tanah berpenyengker
sebab tulangku terlalu rapuh
untuk kau panggang
dengan matahari bumimu
DUARAWATI

duarawati yang bijak

ada perang diseberang
tidakkah anyirnya tercium olehmu?

pagi hari
serdadu berpangkat rendah
menabuh irama perang
menghias kereta perang
dengan umbul-umbul warna terang


menjelang petang
kuda-kuda pulang tanpa sais
keretanya koyak
umbul-umbulnya
menggantung separuh tiang

duarawati yang anggun
apa yang membuatmu membatu

gagak terbang makin rendah
matanya liar memicing
membantu ajal meminang ruh

ini perang semusim


dua musim lagi
di sini

anak-anak lahir tanpa kelamin
mewarisi keserakahan zalim



MALIN PEREMPUAN

sebutlah aku malin perempuan

sebab
ketika aku bosan menyusu
pada perempuan yang kupinjami napas
ku kubur namaku
dekat kubur ari-ariku sendiri
dengan upacara sekadarnya

aku datang pada karang
berguru pada segala
yang membuatku yakin
pada belulang tubuhku

kalau aku datang lagi padamu
jangan panggil aku
dengan grnta rahimmu
tak ada rasa dalam liang dengarku

biarkan pada petak lidahmu
selembar tanda baru
lupakan janjimu pada matahari dan leluhur
tentang kanak-kanak
yang akan kau lahirkan

miliki hanya satu keyakinan
aku tak akan pernah mati oleh kutukan

setelah seluruh isi matamu
tak lagi menangisiku
sandarkan mimpimu pada pilarnya
berkacalah pada waktu

kau akan tahu
mengapa aku bersalin rupa

dan kita
tak akan pernah saling mendendam
BULAN MADU

jangan pernah mengajari perempuan
menghitung putaran bumi
dengan begitu, setidaknya aku tak mahir
menghitung hari kepergianmu

itu sebabnya
kalau kau rindu

pulanglah!


kalau kau rindu,
pulanglah

jangan pernah berpikir
aku akan menghitug dosa budimu
sebab rindu tak pernah lagi menghitung poah

sebab lelaki berumahkan bumi

jadi aku tak akan pernah memintamu
menghuni rumah
yang kau bangun sendiri
dari iga belulangmu sendiri


jadi
kalau kau rindu
pulanglah!



DEVENTER

tentang awal musim semi ini, Nis
tidakkah kau sedang memasungku

bukankah matahari musim ini
lebih panjang daripada di katulistiwamu

tentang anggur bening ini, Nis
sisakan seteguk
sebab esok
adalah hari penghabisan

kita nanti duduk
seperti sepasang boneka salju
menungu kematian

lalu tentang kesepakatan untuk pulang
tidaklah sekerat kerinduan
pada pucuk musim ini, Nis?


sebelum segenap pucuk
-seperti juga pucuk di bilik betinaku
menguning




DI WINKLE CENTRUUM, 30 SEPTEMBER MALAM

sekadar mengingatkanmu, Christy
dua blok lagi menuju toko pakaian bekas

apa yang ku bayangkan
tentang angsa liar di bibir kanal

membeku atau terbakar
baginya sama saja

sebuah kematian yang dijemput musim


lupakan perempuan malam di Suchtelenstraat, Christy
mereka cuma robot pucat
dengan lubang koin di punggungnya

mereka menari untuk kanak-kanak
yang merindukan ibunya

bahkan mereka belum pantas
mengenakan sepatu hak dua belas centi



berjalanlah sebagai bidadari yang cantik , Christy
bayangkanlah sebentar lagi
bidadari putih akan letih

turun ke bumi menonton langit
menyaksikan tarian kita

tarian para bidadari hitam yang cantik



TARIAN KUDA ITU

(bagi sang penjodoh gelap)

apa yang tersisa
dari tarian semalam

kuda api itu
membakar lidah penunggangnya
dalam bara keperakan


sebab percintaan
membutuhkan sedikit ke pura-puraan

sengaja tak kupuaskan ruhku malam ini
kuundang asap menyumbat pori betina

memucatkan rupa tubuhmu
menjadikanmu sedikit lebih sempurna

sebab percintaan
membutuhkan sedikit ke pura-puraan

biar kurasa perih pori telapakku

mengantar ringkih matahari
menuju batas edarnya


AH

siapakah ayah
dari anak-anak yang berpolah serakah

ini tanah
nanti tinggal noktah
dalam sejarah

dulu ini sawah
pernah jadi tampah
wadah menadah berkah melimpah

tapi cacing tanah dan lintah
mulai gerah
ketika limbah tumpah dicurah

dulu di atas lembah
langit terbelah
melahirkan matahari merah

sekarang rumah mewah
berderet berakar segagah jerapah

dulu baruna begitu ramah
kail dan sampan boleh singgah
lalu perompak pongah
menuang kuah jelatah
ruh samudera mengalah
pindah ke kawah
yang tak basah


dulu di sini ada perkebunan getah
sayang, ada mesin bersengat lebah
membuat batang patah
buahnya membisulkan nanah
dari lukanya
sesekali menetes darah mentah

UGANDAMU, CHUKU

apa yang kau bayangkan
tentang Uganda, Ida?!

di negeri kami
bintang lahir keperakan
segalanya sedikit pucat
sebab langit kami
hitam. begitu gagah berkuasa

Chuku artinya dewa, Ida

tapi,
bila saja aku benar-benar dewa
tentu telah kupindahkan pulaumu
ke Ugandaku
agar segala alasanmu
tentang dokumen dan ijin tinggal
tak ada lagi

Uganda dan Chuku, Ida
seperti air yang cerdik
mencari peluang
menyusup

lelaki meminang hujan dengan peluhnya
napasnya lebih parau dari lagu gagak
dekat dekat stasiun Drente

dan host family kita tertatih
menutup pintu
angin tak boleh masuk
membawa salju
“tot morgen!”
pintu ditutup

apa yang kau bayangkan, Ida
tentang Uganda dan Chuku

Read More..

IAO Suwati Sidemen

Dilahirkan Denpasar, 11 Oktober 1969
Menempuh pasca sarjana pada International Master Programme Iseland, Deventer, Belanda. Sekarang, Ibu dua putri ini masih sebagai staf edukatif pada Fakultas Teknik Universitas Mataram.

Puisinya dimuat di Bali Post Minggu, Koran Tempo dan Media Indonesia.

Puisi-puisinya terhimpun dalam antologi:


Perempuan Bali di Rantau
Kulkul (Sanggar Minum Kopi, 1992)
Rumah Ilalang (Yayasan Damba Bestari, 2003)
Swara Gumi Langit (Antologi Puisi Penyair NTB,Taman Budaya NTB, 2006)


Antologi Cerpen Empat Pilar (Sastragrha NTB, 2005)

Puisinya memenangi Minum Kopi Award tahun 1992
Tulisannya yang lain pernah mendapatkan penghargaan (Pemenang II) dari konsulat Australia dalam lomba karya tulis kreatif di Bali tahun 1991

Alamat:
Jl. MELATI VII/282 BTN REMBIGA MATARAM 83124
e_mail: suwatisideman@yahoo.com
HP 081 2370 99 89

Read More..

Satu Episode

>> Wednesday, August 02, 2006

Ni Putu Vivi Lestari

Menitipkan malam

Pada bulan yang memancar
seputih hatikukah?)

Lalu bintang nakal mengerdip
Sambil melantunkan kidung-Nya

Angin basah merejam
Memasuki celah-celah jiwa


Kugapai dan teguk
Bait-bait sajak
Mencoba hapuskan dingin


Adakah yang lebih indah
Dari rona langit tersipu
Dijemput sang dewi?

(mungkin terlupakan olehmu)
yang sibuk menghitung hari
menahan detak waktu
kian menepi

Read More..

K.Landras Syaelendra

MATA DADU


...kau pun bisa tertangkap mata-mata
dadu dan menjadi mainan dalam permainan
itu . . .

kau kenal mata perempuan
laut musim panas seperti
lempengan kaca raksasa di atas pasir
dengan buih-buih terbakar sinar kuningan
matahari bagaikan ribuan bintang
bunga malam yang agung?!

Begitulah, seperti mata perempuan
Kedip pesona mata dadu itu menyihir kami
Memasuki arena
Bertarung mempertahankan nasib
Dan kami kalah

Kini tak ada lagi kamu miliki
Puncak bukit emas mahkota
Bahkan kemerdekaan diri
Segalanya harus kau serahkan
Karena janji
Harus dilunasi

Sebuah jendela terbuka
Kami pun terjaga
Dari mimpi celaka ini
Tapi tak bisa menolaknya
Kami mesti terendam
Dalam pusaran panas
Asap api belerang
Sampai fajar terakhir masa
Pembuangan ini

4 Agustus 1996

Read More..

Goes Aryana

GURATAN MUSIM


Dinda, aku telah datang
jangan terlampau engkau gelisahkan
warna hujan ataupun wajah kita yang tengah
meresap ke dalam lumpur
Engkau adalah jembatan nuansaku

Dinda, pasti aku ejakan kekawin sutasoma
meski engkau tak pernah mengharap
meresaplah engkau
musim penghujan tampaknya telah seperti kuasa
diantaranya tanpa lukisan, engkau pelangi

Sudahkah semalam engkau selimutkan mimpi?
tentang keberangkatan kita pulang ke kaki bukit
tentunya sangat indah
dalam serpihan alang-alang beberapa jejak lembut
engkau sematkan, sebagai musim adanya

1993

Read More..

I Wayan Gunasta

ADA YANG JATUH


Kolam kolam jatuh
Dari lubuk
Teriras arus darah
Bawa diri

(Sementara segumpal sabana jiwa menyadap
tuhan pada keremangan diri lewat rekakan sruling purba)
Kolam kolam kian jatuh
Disigap arus dendam
Dasar rimba moyang
Dengan pepohonan hitam

Kolam kolam jatuh
Ada yang menganyam
Jadi jejadian

1982

Read More..

Putu Fajar Arcana

CAFÉ JIMBARAN


Kita duduk melingkar sambil menghirup cuaca
Penuh kunang-kunang
Hanya bir yang berbuih
Seperti laut di bawah kakimu
Atau menari tak henti hingga mabuk
Membawamu ke atas perapian
Untuk menyantap bumbu mentah
Dan setangkai daun kubis
Tak cukup membasuh tangan
Mulutku telanjur berdarah tertusuk duri
Di kepalamu, seekor makhluk bawah laut
Yang tiba-tiba asing diantara pecahan es

“Makhluk itu telah mati,
terperosok ke dalam lubang.”
Sambil berteriak perempuan tua itu berlari
Tapi mati bukanlah kabar memilukan
Bagi sekawan ikan pasir
Yang mengerak di kepalanya
Titik hitam yang menggiring takdir
Hingga tak berdaya
Ketika laut mendidih kilau matamu
Terkubur di pasir kita berpisah
Tak saling melambaikan tangan
Hanya bau bir yang membekas


4 Agustus 1996

Read More..

IBM Dharma Palguna

MIMPI

Hamba belum tidur
ketika mimpi mengetuk
jendela kamar dalam

Sebelum ia berlalu
hamba telah terjaga
terbujur patah tanpa kata

Meneguk kopi pagi
hamba kenang mimpi itu
sampai hamba tiba-tiba tua


12 Maret 1995

Read More..